Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah tren penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) yang tumbuh melambat, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bank BJB mencatat penyaluran kredit ke segmen KPR mengalami pertumbuhan dua digit (double digit) per Mei 2022.
Berdasarkan Laporan Analisis Uang Beredar (M2) edisi Mei 2022, Bank Indonesia menyampaikan KPR/KPA tumbuh melambat dari 10,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) per April 2022 menjadi sebesar 9,8 persen secara tahunan dengan nilai Rp1.141,2 triliun pada Mei 2022.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengungkapkan outstanding portofolio KPR BJBR saat ini sebesar Rp8,3 triliun, sedangkan tahun lalu di periode yang sama sebesar Rp7,2 triliun. Nilai itu tumbuh Rp1,1 triliun.
“Permintaan KPR di Bank BJB sampai dengan Mei tumbuh dengan baik, secara yoy [year-on-year/tahunan] pertumbuhannya mencapai double digit 16,23 persen,” kata Yuddy kepada Bisnis, Selasa (28/6/2022).
Yuddy mengungkapkan pertumbuhan KPR perseroan terjaga dengan adanya rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di posisi 2,8 persen per Mei 2022, turun dari tahun sebelumnya 3,9 persen.
Dalam satu tahun terakhir, lanjut Yuddy, suku bunga BJBR mengalami penurunan. Itu sejalan dengan suku bunga rendah di perbankan dalam beberapa tahun terakhir. “Terlihat SBDK [suku bunga dasar kredit] KPR Bank BJB saat ini 7,9 persen dari setahun lalu 8,6 persen.”
Baca Juga
Adapun selain produk KPR reguler, strategi yang dilakukan Bank BJB untuk menaikkan KPR adalah gencar dalam pemasaran KPR subsidi FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Yuddy menyampaikan KPR subsidi FLPP mengalami permintaan yang cukup tinggi. Dia mengungkapkan di tahun ini emiten bank bersandi saham BJBR itu memperoleh kuota 8.500 unit, lebih besar dari kuota tahun lalu yang hanya 5.800 unit.
Di samping itu, Yuddy menilai kondisi likuiditas perbankan Indonesia masih sangat ample di tengah tantangan kondisi inflasi dan suku bunga. Menurutnya, dengan adanya potensi kenaikan suku bunga yang ada, diperkirakan perbankan masih dapat mengelola biaya dana dengan baik dan likuiditas yang mencukupi.
“Untuk bunga fixed ke floating kita bunga CAP 11 persen, yang alhamdulillah rata-rata lancar, hanya memang banyak penawaran untuk take over ke bank lain yang bunganya lebih rendah hanya BJB,” tuturnya.
Kendati demikian, BJBR juga menyiapkan beberapa strategi untuk mempertahankan debitur, antara lain dengan jalan menawarkan top up fasilitas dan sweetener-sweetener lainnya yang tidak dimiliki bank lain, namun tetap menerapkan prinsip good corporate governance (GCG) yang terjaga baik.