Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri asuransi mengusulkan adanya insentif pajak bagi pemegang polis asuransi atau tertanggung guna mendorong peningkatan penetrasi asuransi di Indonesia.
Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia atau Nasional Re Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan, penetrasi asuransi di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara lain di Asean. Hal ini menunjukkan peran asuransi masih belum maksimal di industri jasa keuangan.
Di samping itu, tingkat pemahaman masyarakat juga masih rendah terhadap asuransi dan masih menganggap bahwa asuransi sebagai produk dengan biaya tinggi.
"Literasi bagian penting di sini, tapi ada baiknya supaya masyarakat itu terliterasi dengan baik dan mereka juga merasa manfaat asuransi penting, maka perlu insentif kepada pembeli produk asuransi," ujar Dody dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi XI DPR RI terkait RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), Senin (4/7/2022).
Menurutnya, insentif yang paling tepat adalah insentif terkait keuangan, sehingga pemberian insentif pajak kepada pembeli polis asuransi perlu dipertimbangkan. Ia pun optimistis bila insentif pajak ini diberikan, minat masyarakat untuk membeli produk asuransi akan terdorong dan penetrasi asuransi akan makin meningkat.
"Saya kurang paham seperti apa teknisnya, tapi misal seperti zakat bisa masuk mekanisme fiskal sehingga perusahaan yang bayar zakat bisa berkurang pajaknya. Kalau ini bisa dipakai pembeli asuransi maka manfaat keuangan ini akan jadi trigger bagi masyarakat untuk dia melihat ternyata asuransi ini baik. Baru kemudian literasi bisa jalan sehingga beli asuransi, penetrasi asuransi makin meningkat," tuturnya.
Baca Juga
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon.
AAJI mengusulkan pemberian insentif pajak kepada pemegang polis dapat dimasukkan ke dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Hal ini agar dapat meningkatkan densitas dan penetrasi industri asuransi jiwa di Indonesia.
Budi mencontohkan, pemberian insentif pajak kepada pemegang polis telah diberlakukan di Thailand dan Malaysia. Pemberian insentif pajak telah terbukti meningkatkan penetrasi asuransi di kedua negara itu. Dia mengaku pihaknya juga telah melakukan kajian terkait insentif pajak ini sejak 2019.
"Kalau boleh dipertimbangkan industri asuransi jiwa dapat insentif pajak. Kami dapat masukkan dari AAJI di Malaysia dan Thailand, di sana penetrasi mulai naik ketika mendapat insentif pajak," kata Budi.
Ia pun meyakini seiring meningkatnya penetrasi asuransi dengan adanya pemberian insentif ini juga dapat berdampak pada terjaganya stabilitas sistem keuangan.
"Mungkin ada pengorbanan dari negara di saat awal. Tapi sungguh itu kembali ke masyarakat karena kesejahteraan meningkat. Kembali juga ke negara karena dana investasi jangka panjang akan meningkat jauh, rasanya ini jadi kompensasi trade off yang sangat positif," tutur Budi.
Selain itu, AAJI mengusulkan agar di dalam RUU P2SK diatur mengenai seluruh pembayaran manfaat asuransi jiwa menjadi bukan objek pajak sebagaimana dinyatakan dalam UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
"Kami sedang banyak diskusi dengan otoritas pajak karena salah satu dampak Omnibus Law sebagian produk asuransi jiwa tidak lagi bebas pajak. Kalau boleh dibunyikan di dalam RUU P2SK bahwa manfaat asuransi jiwa bukan objek pajak," kata Budi.