Bisnis.com, JAKARTA - Undang-Undang no.21/2008 tentang Perbankan Syariah dinilai kurang relevan di tengah era digital, khususnya mengenai peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai peran BPR dan BPRS dalam UU tersebut kurang fleksibel. Di era digital, seharusnya segala proses transaksi berjalan lebih cepat.
Sementara UU Perbankan Syariah, masih mengarahkan BPR dan BPRS Syariah untuk terlibat banyak dengan bank konvensional, bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) dalam pemindahan uang.
Untuk diketahui, Pasal 21 huruf d UU no.21/2008 menyebut bahwa BPRS tidak dapat memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah secara mandiri. Melainkan hanya dapat dilakukan di rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Sejumlah orang saat ini sedang mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi mengenai hal ini. Pasal ini membuat ruang gerak BPR dan BPRS menjadi terbatas, karena tidak dapat melakukan pemindahan uang langsung.
“Sebelumnya kan BPR sudah dibatasi di mana mereka tidak dapat terlibat dalam transaksi giro, dengan dibatasi lagi hanya ke bank umum syariah akan makin kecil lagi ruang geraknya,” kata Trioksa, Rabu (13/7/2022).
Baca Juga
Trioksa berpendapat di era digitalisasi seharusnya semangat yang terbangun adalah kecepatan melalui konsep digital.
Dia menuturkan jika dibandingkan dengan perusahaan finansial berbasis teknologi yang dapat bergerak lincah, BPR yang hingga saat ini ruang geraknya masih dibatasi akan sulit berkembang apalagi harus bertarung pada arena yang sama.
“Terlepas ini syariah menurut saya akan lebih baik lagi kalau fleksibel terutama BPR,” kata Trioksa.
Sementara itu Uji materi UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah kembali berlanjut di Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang kali ini, saksi ahli menilai adanya diskriminasi terhadap Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Dalam Perkara Nomor 32/PUU-XX/2022 yang dimohonkan oleh PT BPRS Harta Insan Karimah Parahyangan ini, pemohon mendalilkan Pasal 1 angka 9, Pasal 21 huruf d dan Pasal 25 huruf b UU tersebut membatasi BPRS untuk memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Pasal 21 huruf d mengatur BPRS tidak dapat memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah secara mandiri. Melainkan hanya dapat dilakukan di rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan Unit Usaha Syariah (UUS).