Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Nasabah Bank Digital Perlu Lebih Aktif Lagi

Pengamat menilai bank digital perlu berinovasi agar dapat mendorong nasabahnya lebih aktif dalam menggunakan layanan yang ditawarkan.
Ilustrasi daftar bank digital di Indonesia/Freepik
Ilustrasi daftar bank digital di Indonesia/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Nasabah baru, masalah baru. Sepertinya itu yang terjadi di bank digital saat ini mengingat upaya memacu pertumbuhan nasabah ternyata tidak serta merta membuat layanan perbankan yang mereka hadirkan dimanfaatkan secara optimal.

Saat ini saja, rekening yang tercatat di bank digital masih banyak yang tak bergeming alias nasabah-nasabah baru tersebut pasif. Padahal, harapan awalnya bank digital memiliki keunggulan dari sisi basis data nasabah besar.

Selain agar terjadi perputaran uang, dengan basis nasabah yang luas juga bank dapat mengetahui pola transaksi, sehingga bank dapat menyuguhkan produk yang lebih baik. Tujuan mulia tersebut sepertinya membutuh waktu yang agak lama.

Mengubah perilaku nasabah yang pasif menjadi lebih aktif dalam bertransaksi tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Adapun, kepasifan nasabah di bank-bank digital tercermin dari porsi nasabah aktif yang masih lebih kecil dibandingkan dengan total nasabah.

PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), misalnya, memiliki total pengguna yang mencapai 18,4 juta pengguna pada kuartal II/2022. Dari jumlah tersebut, hanya seperenam atau sekitar 3 juta nasabah yang berstatus nasabah aktif bulanan. Meski hanya 3 juta, namun pertumbuhan jumlah pengguna aktif BBYB termasuk yang paling masif.

PT Bank Digital BCA (BCA Digital) memiliki sekitar 800.000 pengunduh pada Juni 2022, dengan 45 persen dari jumlah tersebut adalah pengguna aktif. BCA Digital diketahui tengah gencar memberikan edukasi tentang produk yang dimiliki untuk mendorong nasabah makin aktif menggunakan layanan mereka.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat bank-bank digital saat ini dihuni nasabah yang cenderung mengejar promo bank atau sekadar ingin mencoba fitur-fitur dari bank digital saja. Bhima menganalogikan nasabah-nasabah tersebut sebagai turis digital.

Layaknya seorang turis, maka orientasinya cenderung mengarah pada layanan menguntungkan atau mencoba pengalaman baru. Aktivitas yang mereka lakukan di suatu aplikasi bank digital tidak akan lama atau sebatas pada periode waktu tertentu.

“Mereka hanya penasaran dengan bank digital, tetapi ketika sudah mencoba kemudian tetap beralih ke bank tradisional,” kata Bhima, Minggu (17/7).

Beberapa dari turis digital, kata Bhima, mempersepsikan bank digital sebagai fasyen atau gaya hidup, untuk menunjukkan status ke kolega bahwa sudah punya aplikasi bank digital meski hanya sesekali memanfaatkannya.

Pertanyaannya, adakah turis digital yang loyal di satu bank digital dan melakukan berbagai transaksi dari sana? Menurut Bhima ada. Tetapi kemungkinan usia muda yang simpanannya relatif kecil, dengan nilai transaksi yang kecil juga.

Kondisi tersebut tidak ideal dan perlu diubah. Bank digital harus berpikir keras dan berinovasi agar nasabah mereka tidak hanya makin loyal - karena hitungan loyal adalah tidak berpindah-pindah - tetapi juga rutin bertransaksi.

Untuk mengubah kondisi tersebut, Bhima mengusulkan agar bank digital juga berperan sebagai sistem pembayaran terintegrasi dengan pembelian barang atau jasa secara digital. Kerja sama dengan berbagai platform sangat penting, setidaknya sebagai payment system maka frekuensi transaksi akan berkorelasi dengan makin banyak pembelian melalui dagang-el.

Adapun jika bank digital memilih kerja sama dengan platform investasi multiaset maka bank digital bisa menargetkan jutaan investor ritel sebagai depository atau dipergunakan untuk fitur top up pembelian produk investasi.

“Cara lain adalah merambah deposan kakap atau korporasi sehingga penggunaan untuk payroll, pembayaran ke vendor, bisa lebih aktif dengan bank digital,” kata Bhima.

Sementara itu Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan untuk meningkatkan penggunaan/transaksi oleh user aplikasi bank digital membutuhkan waktu yang panjang. Bank digital harus dapat memberikan tawaran menarik bagi nasabah yang belum ada di bank-bank lainnya.

Tawaran yang diberikan harus berupa hal-hal yang rutin dilakukan oleh nasabah. Misalnya, membayar commuterline (KRL) menggunakan aplikasi bank digital.

Selain itu para pemain bank digital juga harus bisa melepaskan persepsi masyarakat bahwa produk bank digital hanyalah produk pelengkap, bukan pilihan utama masyarakat.

“Karena memang bahwa ada persepsi orang mengunduh bank digital ini hanya pelengkap saja bukan yang utama,” kata Abdul.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper