Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asuransi Dinilai Mahal, Tarif Premi Perlu Diatur Omnibus Law Keuangan

Omnibus Law Keuangan perlu mengatur tarif premi asuransi yang dibayarkan oleh tertanggung agar seimbang dengan level risiko yang ditanggung perusahaan asuransi, agar masyarakat tidak membeli produk asuransi dengan harga terlalu mahal atau terlalu murah.
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Landasan pengaturan terkait kesesuaian komponen tarif premi dengan risiko yang dijamin asuransi dinilai perlu untuk dimuat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan.

Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasional Re) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan, belakangan ini muncul pandangan bahwa industri asuransi merupakan industri berbiaya tinggi karena tarif preminya dinilai terlalu mahal. Faktor yang menyebabkan tarif premi asuransi mahal adalah besaran biaya akuisisi.

Menurutnya, tarif premi asuransi yang dibayarkan oleh tertanggung harusnya seimbang dengan level risiko yang ditanggung perusahaan asuransi agar masyarakat tidak membeli produk asuransi dengan harga terlalu mahal atau terlalu murah.

"Premi asuransi sebagai harga produk mencerminkan level risiko dan biaya pembentuknya, serta margin wajar perusahaan asuransi sebagai penanggung risiko. Komponen pembentuk tarif premi yang paling dominan haruslah level risiko tersebut, sehingga wajarnya bagian dari tingkat risiko tersebut tidak lebih rendah persentasenya dari total premi yang dibayarkan tertanggung ke penanggung. Untuk itu, biaya akuisisi sebagai komponen pembentuk tarif premi juga harus dihitung secara wajar," ujar Dody kepada Bisnis, dikutip Senin (18/7/2022).

Pengaturan keseimbangan tarif premi dan risiko ini juga dimaksudkan agar tarif premi yang dibayarkan tertanggung tidak terlalu murah sehingga kesehatan keuangan perusahaan asuransi tetap terjaga.

"Kewajaran biaya akuisisi akan berdampak kepada keberlangsungan usaha dalam angka-angka finansial. Dengan demikian, skema asuransi tidak dianggap sebagai high cost business, baik oleh penanggung maupun tertanggung, juga masyarakat," katanya.

Sejauh ini, kata Dody, memang sudah regulasi yang mengatur mengenai batasan komponen-komponen pembentuk tarif premi asuransi yang dimaksudkan agar produk asuransi benar-benar menjadi mitigasi risiko yang efisien bagi tertanggung. Akan tetapi pengaturan ini baru berlaku untuk beberapa lini bisnis asuransi, seperti asuransi harta benda, asuransi kendaraan bermotor, dan suretyship.

Oleh karena itu, dia berharap agar RUU PPSK dapat memuat suatu ketentuan yang bisa menjadi landasan pengaturan kesesuaian komponen tarif premi di peraturan teknis turunannya nanti.

"Terkait dengan keseimbangan tentang tarif premi ini ada baiknya nanti ada peraturan lebih teknis yang bisa mengatur kesesuaian tentang biaya dan risiko yang dimasukkan dalam tarif premi asuransi. Nah, ini yang perlu ada benang merah yang menjadi landasan mungkin dalam undang-undang ini [RUU PPSK] untuk nanti peraturan lebih teknis di OJK bisa membahas mengenai itu," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper