Bisnis.com, JAKARTA - Penerbitan obligasi korporasi sektor pembiayaan telah kembali semarak, terutama dari perusahaan berlisensi multifinance. Nilai penerbitan pun berpotensi kembali bertumbuh, bahkan melampaui era sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Analis Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan (Fi Ratings) PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Danan Dito menilai potensi ini terdorong strategi perusahaan untuk memanfaatkan momentum memperoleh dana murah dari berbagai sumber, untuk mengakomodasi permintaan pembiayaan yang telah kembali meriah.
"Sejak awal tahun, banyak pemain yang mengincar strategi diverifikasi sumber pendanaan untuk mengantisipasi suku bunga acuan naik, karena tren global pun demikian. Jadi lebih baik secepatnya memanfaatkan momentum menjaring pendanaan lewat pasar modal dulu," ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Jumat (22/7/2022).
Tak heran, momentum tersebut turut mendorong segelintir multifinance mencoba menerbitkan obligasi perdana. Beberapa multifinance yang menerbitkan obligasi korporasi antara lain, PT KB Finansia Multi Finance alias KreditPlus senilai Rp1 triliun, PT Hino Finance Indonesia senilai Rp700 miliar, dan PT BRI Multifinance Indonesia alias BRI Finance senilai Rp700 miliar.
Dito masih percaya nilai penerbitan surat utang sektor pembiayaan secara umum kemungkinan besar lebih baik ketimbang tahun lalu. Namun, potensi bahwa nilainya akan lebih tinggi ketimbang periode sebelum pandemi Covid-19 masih tampak samar.
Sebab, saat ini sumber dana dari pinjaman perbankan lokal terbilang mudah, di tengah masih adanya fenomena likuiditas berlebih. Alhasil, para pemain pembiayaan yang berpengalaman menerbitkan surat utang pun mayoritas menggalang dana dalam jumlah lebih kecil dari jumlah yang biasa mereka bidik di era normal sebelum pandemi.
"Terlihat, awal tahun ini sudah banyak penerbitan [surat utang] dari multifinance independen terkait pembiayaan mobil dan motor, didorong tren penjualan otomotif. Kalau kuartal II/2022 lalu, porsinya lebih banyak dari perusahaan pembiayaan seperti PNM dan Pegadaian. Kami lihat porsi multifinance akan bertambah di paruh akhir 2022 ini," tambahnya.
Surat Utang Nasional
Sebagai informasi, total penerbitan surat utang nasional dari sektor pembiayaan secara umum tercatat telah mencapai lebih dari Rp22 triliun hingga semester I/2022. Baik dari multifinance, perusahaan pembiayaan lain-lain seperti lembaga pembiayaan mikro atau perusahaan gadai, serta Lembaga Keuangan Khusus (LKK) seperti para BUMN berstatus Special Mission Vehicle (SMV) pemerintah.
Secara terperinci, penerbitan surat utang oleh multifinance mencapai Rp14 triliun pada kuartal I/2022, terdiri dari obligasi konvensional Rp13,7 triliun dan sukuk Rp300 miliar.
Sementara pada kuartal II/2022, multifinance menyumbang porsi Rp1,65 triliun, terbagi dalam obligasi Rp1,55 triliun dan medium term notes (MTN) Rp100 miliar. Pada periode yang sama, penerbitan dari perusahaan pembiayaan lain-lain mencapai Rp7,02 triliun, terdiri dari obligasi Rp6,02 triliun dan sukuk Rp991 miliar.
Sebagai gambaran, capaian tersebut tampak lebih baik ketimbang tren sepanjang semester I/2021, di mana total penerbitan surat utang dari sektor multifinance mencapai Rp8,58 triliun, lembaga pembiayaan lain-lain Rp7,11 triliun, sementara LKK mencapai Rp2 triliun.
Adapun, sepanjang periode 2021, nilai penerbitan surat utang dari ketiga sektor tersebut, masing-masing oleh multifinance Rp21,04 triliun, lembaga pembiayaan lain-lain Rp12,11 triliun, sementara LKK mencapai Rp6,1 triliun.
Sebagai perbandingan, pada era pandemi Covid-19 alias sepanjang 2020, penerbitan surat utang oleh multifinance hanya Rp14,35 triliun, lembaga pembiayaan lain-lain sebesar Rp9,93 triliun, sementara LKK sebesar Rp12,28 triliun.
Sementara pada era normal periode 2019, penerbitan surat utang oleh multifinance mencapai Rp26,42 triliun, lembaga pembiayaan lain-lain sebesar Rp6,79 triliun, sementara LKK sebesar Rp31,37 triliun.
Adapun, hingga Juni 2022, Pefindo sendiri masih menggenggam mandat pemeringkatan surat utang yang belum listing dari 4 perusahaan multifinance senilai Rp6,5 triliun dan 3 perusahaan pembiayaan lain-lain senilai Rp8,35 triliun.