Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Tengah Inflasi, Bank Berebut Dana Murah

Mencari dana murah menjadi tantangan tersendiri di tengah kenaikan inflasi di Indonesia.
Ilustrasi. /Worldpress
Ilustrasi. /Worldpress

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank besar di Tanah Air memanfaatkan kanal digital untuk menghimpun dana pihak ketiga (DPK) tabungan dan giro.

Porsi dana murah atau current account savings accounts (CASA) terus ditingkatkan agar beban bunga perbankan makin ringan sehingga margin bunga bersih terjaga.

Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Aestika Oryza Gunarto mengatakan secara umum, BRI menargetkan porsi CASA dibanding total simpanan BRI mencapai 70 persen pada 2025.

Hingga akhir kuartal II/2022, DPK BRI tercatat tumbuh 3,7 persen menjadi Rp1.136,98 triliun. Dana murah (CASA) menjadi pendorong utama pertumbuhan DPK BRI, di mana secara tahunan (year-on-year/yoy) meningkat sebesar 13,38 persen.

Apabila dirinci, giro tercatat tumbuh 25,63 persen dan tabungan tumbuh 8,32 persen. Sementara itu per Juni 2022 proporsi CASA BRI tercatat 65,12 persen, meningkat signifikan dibandingkan dengan CASA pada periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 59,56 persen.

Aestika mengatakan peningkatan porsi CASA ini merupakan bagian dari transformasi BRI dalam struktur liabilitas perseroan untuk mendukung bisnis yang berkelanjutan, yakni melalui transaction based product and services di segmen wholesale, serta penguatan fitur dan transaksi keuangan melalui finansial super apilikasi BRImo.

“Selain itu, peningkatan dana murah tak terlepas dari optimalisasi BRI terhadap 130 juta nasabah perseroan. Strategi tersebut dilakukan melalui penyediaan produk CASA BRI yang lengkap serta produk giro,” kata Aestika kepada Bisnis, Jumat (5/8/2022).

Untuk diketahui, tabungan dan giro disebut dana murah karena perbankan tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mendapatkan kedua jenis DPK tersebut, berbeda dengan deposito yang merupakan dana mahal. Perbankan perlu menawarkan bunga tinggi agar masyarakat tertarik menyimpan uang di deposito.

Adapun untuk memacu DPK tabungan, kata Aestika, BRI memiliki Tabungan BritAma, Tabungan Simpedes, Tabungan Junio, dan Tabunganku. Selain itu, strategi BRI untuk terus memperluas layanan Agen BRILink juga memberikan dampak positif terhadap dana murah. Per semester I/2022 Agen BRILink mampu menghimpun dana murah sebanyak Rp18,6 triliun.

Kedepan, perseroan terus berupaya meningkatkan pengalaman pelanggan (customer experience) dengan menciptakan kembali proses bisnis melalui AgenBRILink dan BRImo. Perseroan juga menyediakan platform pembayaran yang disesuaikan untuk menangkap potensi pertumbuhan baru melalui BRI Open API.

BRI, ujar Aestika, juga telah menyiapkan beberapa strategi pertumbuhan DPK diantaranya mengakselerasi akuisisi rekening secara digital melalui Digital Saving, mendorong transaction based CASA menjadi source of fund digital ecosystem platform dan meningkatkan acceptance transaksi dengan CASA BRI di ekosistem mitra seperti rumah sakit, universitas, sekolah, koperasi, dan pesantren.

“BRI optimistis untuk tahun ini DPK dapat tumbuh positif dan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu,” kata Aestika.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) Yuddy Renaldi mengatakan perusahaan akan mendorong CASA pada tahun ini tumbuh menjadi pada kisaran 45 persen hingga 47 persen.

“Strategi mengejar pertumbuhan itu melalui penguatan layanan digital, pengayaan produk dan fitur, serta layanan yang dijaga dengan baik,” kata Yuddy.

Sementara itu dari sisi DPK, lanjutnya, perseroan berharap dapat tumbuh 9 persen hingga 10 persen pada 2022 dibandingkan dengan tahun lalu.

Dia mengatakan sampai dengan semester I/2022 baik DPK maupun CASA Bank BJB tumbuh positif. DPK tumbuh 14,1 persen yoy dengan porsi CASA 46,7 persen naik dari porsi CASA pada tahun sebelumnya 43,3 persen.

Yuddy mengatakan selain menjaga CASA, hal penting yang harus diperhatikan juga adalah upaya perbankan mengelola biaya dana secara mix cost of fund.

Saat ini likuiditas perbankan masih sangat memadai meski pertumbuhan secara bulanan melandai. Data Bank Indonesia menyebutkan pertumbuhan DPK melambat dari 9,93 persen pada Mei menjadi 9,13 persen Juni 2022.

Adapun Bank BJB sampai dengan triwulan II/2022 cost of fund terkelola dengan baik sebesar 3 persen, 90 bps di bawah cost of fund tahun lalu.

“Ini yang lebih penting, selain CASA adalah bagaimana kita menjaga cost of fund secara mix masih terkelola agar margin bank terjaga baik,” kata Yuddy.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Hera F. Haryn mengatakan per Juni 2022, CASA BCA naik 17,3 persen yoy mencapai Rp817,8 triliun dan berkontribusi hingga 81 persen dari total DPK.

“Pertumbuhan CASA menjadi penopang utama pencapaian dana pihak ketiga, untuk pertama kali, menyentuh milestone Rp1.000 triliun,” kata Hera.

Hera menjelaskan pada semester I/2022 total DPK tumbuh 12,9 persen yoy menjadi Rp1.011 triliun, sehingga turut mendorong total aset BCA naik 11,9 persen yoy menjadi Rp1.264,5 triliun.

Solidnya pendanaan CASA sejalan dengan peningkatan aktivitas perbankan transaksi. Per semester I/2022, total volume BCA transaksi naik 40 persen yoy mencapai 10 miliar transaksi, yang mayoritas berasal dari mobile banking.

Sementara itu, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMR) Rudi as Aturridha mengatakan hingga akhir Juni 2022 Bank Mandiri berhasil mencatatkan pertumbuhan DPK secara konsolidasi sebesar 12,8 persen yoy mencapai Rp1.318,42 triliun.

Pertumbuhan tersebut ditopang oleh penghimpunan dana murah Bank Mandiri secara konsolidasi yang optimal, antara lain dana tabungan yang tumbuh 16 persen yoy menjadi Rp522 triliun dan dana giro yang tumbuh signifikan sebesar 17 persen yoy menembus Rp411 triliun.

Pencapaian tersebut juga berhasil meningkatkan rasio dana murah secara bank only menjadi 75 persen per akhir Juni 2022, meningkat 180 bps dibandingkan periode setahun sebelumnya.

"Realisasi pertumbuhan CASA Bank Mandiri tentunya tidak terlepas dari akselerasi transformasi digital perseroan," kata Rudi.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan inflasi di Indonesia mencapai 4,9 persen yoy membuat orang menarik uang mereka yang berada di tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hal ini menjadi tantangan bagi perbankan dalam menghimpun DPK, karena pertumbuhan DPK terus melandai. Kendati demikian, menurut Abdul, perbankan harus terus memacu CASA agar biaya dana mereka ke depan makin turun, dan mampu memberikan kredit dengan suku bunga yang kompetitif.

“Sekarang porsi deposito terhadap giro dan tabungan tidak terlalu jauh, kalau dahulu deposito mendominasi, sekarang 50:50. CASA harus terus dipacu,” kata Abdul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper