Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempertimbangkan perpanjangan masa relaksasi kredit restrukturisasi perbankan akibat Covid-19 yang semula berakhir pada Maret 2023, tetapi dengan memperhatikan beberapa aspek.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai restrukturisasi kredit Covid-19 merupakan hal yang darurat atau emergency situation. Dengan demikian, upaya ini masih dalam langkah mengatasi dampak krisis yang ditimbulkan Covid-19.
"Diperpanjang [restrukturisasi kredit]? Sudah pasti. Tapi perpanjang itu tidak dilakukan secara across the board [seluruh sektor]. Kita lihat dari sektor, segmentasi pasar, geografis, dan individu debitur yang akan kita cermati," ujar Dian di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Sejumlah upaya tersebut dilakukan guna memastikan perpanjangan restrukturisasi kredit Covid-19 tidak menimbulkan dampak maupun persepsi negatif kepada Indonesia, sebab negara-negara lain sudah melakukan normalisasi.
Dian menyampaikan OJK akan menaruh perhatian lebih besar terhadap sektor tertentu seperti akomodasi, makanan dan minuman, perhotelan, hingga real estate yang menjadikan indikasi cukup kuat bahwa sejumlah sektor ini masih membutuhkan waktu untuk pulih.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo menyampaikan untuk rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL), masih ada beberapa sektor yang mendominasi di antaranya sektor perdagangan dari 4,08 persen jadi 4,19 persen, lalu real estate naik 2,79 persen ke 2,85 persen, serta perikanan dari semula 5,82 persen ke 6,27 persen.
Baca Juga
Hingga Juli 2022, kredit restrukturisasi perbankan yang terdampak Covid-19 terus bergerak melandai. Kredit yang mendapatkan relaksasi pernah mencapai titik tertingginya sebesar Rp830,47 triliun pada Agustus 2020.
Selain itu, restrukturisasi kredit Covid-19 juga telah turun menjadi sebesar Rp560,41 triliun, menurun dibandingkan Juni 2022 yang sebesar Rp 576,17 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa 40 persen dari kredit yang direstrukturisasi karena terdampak Covid-19 telah kembali sehat dan keluar dari program restrukturisasi.
Di samping itu, OJK mencatat jumlah debitur yang mendapatkan restrukturisasi Covid-19 juga menunjukkan penurunan menjadi 2,94 juta debitur per Juli 2022. Jumlah ini pernah mencapai angka tertinggi sebesar 6,84 juta debitur pada Agustus 2020.