Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hari Ini Pengumuman RDG BI, Begini Proyeksi Kenaikan Suku Bunga Acuan

Sebanyak 19 dari 31 ekonom dalam survei Bloomberg memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020).  Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta, Senin, (20/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan menggelar konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini, Kamis (20/10/2022). Bank sentral diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan.

Sebanyak 19 dari 31 ekonom dalam survei Bloomberg memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.

Sementara itu 11 ekonom memperkirakan BI menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 4,5 persen dan satu ekonom lain memperkirakan kenaikan 75 bps.

BI menaikkan suku bunga acuan 50 bps menjadi 4,25 persen pada September 2022. Sejalan dengan keputusan ini, BI menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 basis poin menjadi 3,5 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,0 persen.

Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Faisal Rachman memprediksi bahwa dalam RDG Oktober 2022, BI akan menaikan suku bunga acuan 50 basis poin menjadi 4,75 persen. Menurutnya, kenaikan suku bunga itu sebagai langkah Bank Indonesia untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.

Di samping itu, kenaikan suku bunga juga sebagai langkah untuk mengantisipasi lonjakan inflasi ke depan. Pasalnya, laju inflasi diperkirakan tetap tinggi hingga akhir tahun.

"Kami prediksi suku bunga acuan naik 50 basis poin pada RDG bulan ini, dikarenakan depresiasi rupiah dan lanjutan second round effect dari kenaikan harga BBM pada inflasi," katanya kepada Bisnis, Rabu (19/10/2022).

Proyeksi ini sejalan dengan pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo bahwa bank sentral akan tetap bersikap pre-emptive, front-loaded, dan forward-looking untuk menurunkan inflasi.

Perry juga Warjiyo juga berusaha meredam ekspektasi, dengan mengatakan Indonesia tidak perlu seagresif bank sentral lain atau menyamai The Fed karena inflasi masih terkendali.

Meskipun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah hingga Rp15.500, mata uang Garuda bernasib relatif lebih baik daripada kebanyakan mata uang regional lainnya seperti peso Filipina, baht Thailand, dan ringgit Malaysia yang masing-masing terdepresiasi lebih dari 10 persen sepanjang tahun ini.

“Bank Indonesia akan terus melakukan intervensi pasar di pasar spot, non-deliverable forward domestik, dan pasar obligasi untuk menstabilkan mata uang dan menghindari efek spillover pada inflasi,” kata Perry seperti dikutip Bloomberg, Kamis (20/10/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper