Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memandang bahwa masa transisi pembentukan Lembaga Penjaminan Polis (LPP) paling lama lima tahun dinilai terlalu lama jika mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 40/2014.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengingatkan bahwa dalam UU Nomor 40/2014, pembentukan LPP merupakan amanat UU Nomor 40/2014 yang menyatakan tiga tahun kemudian dibentuk. Adapun, Togar berharap agar LPP dapat menjalankan tugasnya tepat dua tahun sejak UU diundangkan.
Sementara itu, ketentuan peralihan terkait Program Penjaminan Polis tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (RUU P2SK) pada Pasal 312. Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa Penyelenggaraan Program Penjaminan Polis mulai berlaku paling lama lima tahun, terhitung sejak UU tersebut diundangkan.
Nantinya, penyelenggaraan program penjaminan polis diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berfungsi untuk menjamin polis nasabah asuransi, di samping menjamin simpanan nasabah penyimpan.
“Kalau masuk ke dalam LPS, yang mana kami sangat setuju, itu artinya lebih efektif dan efisien sehingga di dalam benak kami mestinya 2 tahun cukup [transisi LPP],” kata Togar saat ditemui di sela-sela acara peluncuran Tabel Morbiditas Indonesia I di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Togar menyampaikan setidaknya terdapat tiga alasan kuat agar LPP dapat terbentuk 2 tahun. Pertama, Togar menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM), tercermin lulusan aktuaria yang tersebar di Indonesia. Kedua, melalui diskusi bersama AAJI, AAUI, dan AASI. Ketiga, dengan dukungan bersama pemerintah dan regulator.
Baca Juga
“Jadi dua tahun itu kami berharap bisa mulai beroperasional [LPP],” imbuhnya.
Dengan demikian, apabila RUU P2SK tersebut sudah disahkan di tahun ini, maka LPP dapat beroperasi pada 2024 mendatang yang dilakukan secara bertahap, dimulai dari produk asuransi kecelakaan, produk asuransi kesehatan, dan produk asuransi jangka panjang (long-term insurance).
Meski demikian, Togar menyampaikan bahwa tidak bisa semua perusahaan asuransi ditanggung oleh LPP. Artinya, hanya perusahaan asuransi yang sehat, sedangkan untuk asuransi yang tidak sehat maka terlebih dahulu harus menyelesaikan masalah perusahaan.
“LPP harus memiliki SDM seperti aktuaris, risk management, dan ahli GCG [good corporate governance],” tandasnya.