Bisnis.com, BADUNG — Perusahaan finansial berbasis teknologi atau fintech klaster peer to peer (P2P) lending dalam proses seleksi alam. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sekitar 10 persen dari total 102 platform berpotensi tidak akan mampu mempertahankan bisnisnya. Sejak 2020 hingga tahun ini, sebanyak 60 platform telah tutup.
“[Sekarang] Hidupnya masih bagus, masih jalan, tetapi kita kan selalu melihat indudstri tidak hanya hari ini. Ini kira-kira 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan ke depan bagaimana,” kata Ke Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan di sela 4th Indonesia Fintech Summit di Padma Resort, Bali, Jumat (11/10/2022).
Dia menjelaskan beberapa P2P lending ada yang tengah berkutat dengan kekurangan modal, teknologi, dan ada pula yang kombinasi keduanya. Beberapa, kata Bambang, juga memiliki model bisnis yang tidak sesuai dengan kompetensinya.
Dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, otoritas mengatur modal yang harus disetor pelaku. Pasal 4 ayat 1 mewajibkan penyelenggara memiliki modal disetor paling sedikit Rp25 miliar pada saat pendirian.
Sebelumnya di dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, penyelenggara hanya diwajibkan memiliki modal disetor Rp2,5 miliar pada saat mengajukan permohonan perizinan.
Bambang melanjutkan dengan asumsi kondisi ekonomi makro dalam kondisi baik, penyelenggara P2P Lending dapat mencapai titik keseimbangan atau break even point dalam waktu tiga tahun.
Sementara itu OJK mencatat P2P lending yang saat ini dalam kondisi kurang baik kebanyakan bergerak pada penyaluran pinjaman multiguna atau konsumtif. Pasalnya mereka menggunakan big data yang sering kali tidak menggambarkan histori kredit dengan jelas.
“Akhirnya mereka kasih bunga tinggi untuk cover yang macet,” kata Bambang.
Menurut Bambang saat ini rasio P2P lending segmen produktif sudah mencapai 60 persen, sedangkan konsumtif sisanya. Dia menilai banyak penyedia layanan kredit konsumtif yang akhirnya menyerah karena bisnis model tidak seindah perencanaan.
Adapun pada 2021, fintech Lending telah menyalurkan R 42,27 trilliun khusus kepada sektor UMKM
Dari sisi statistik secara keseluruhan, fintech lending hingga September 2022 telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp455 trilliun dengan jumlah pengguna mencapai 91,17 juta rekening yang terdiri dari 90,21 juta rekening borrower dan sekitar 960.000 rekening lender.
Sementara dari perkembangan total aset, saat ini total aset dari 102 fintech lending berizin mencapai Rp5,11 trilliun yang terdiri dari Rp4,99 trilliun aset penyelenggara fintech lending konvensional, dan Rp122,96 millar aset penyelenggara fintech lending syariah