Bisnis.com, BANDUNG – Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat realisasi penyaluran KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) mencapai Rp21,27 triliun pada 18 November 2022.
Adi Setianto , Komisioner BP Tapera menuturkan realisasi penyaluran KPR FLPP hingga 18 November 2022 mencapai Rp21,27 triliun atau sebanyak 191.197 unit. Adapun, dari jumlah tersebut, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) menjadi perbankan yang berkontribusi paling tinggi.
Secara rinci, Adi mengungkapkan bahwa Bank BTN dengan sandi saham BBTN menjadi penyalur KPR FLPP tertinggi dengan kontribusi lebih dari 53 persen.
Selanjutnya, posisi kedua tertinggi ditempati oleh BTN Syariah dengan kontribusi sebesar 11,85 persen. Jika kedua data tersebut digabungkan, yakni Bank BTN dan BTN Syariah, maka pangsa pasar BTN di penyaluran FLPP mencapai 65 persen.
Sementara itu, Adi menyampaikan bahwa realisasi pembiayaan Tapera mencapai Rp636,7 miliar atau sebanyak 4.256 unit hingga 18 November 2022.
"Dari jumlah tersebut, BTN menjadi penopang utama dengan menyalurkan pembiayaan Tapera sebanyak 3.093 unit rumah, atau lebih dari 72 persen," ujar Adi dalam acara Forum Group Discussion (FGD) dan Media Gathering Bank BTN 2022 bertajuk “Optimisme Pembiayaan Rumah Rakyat di Tengah Resesi Global” di Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/11/2022).
Lebih lanjut, Adi berharap agar perbankan lain turut ikut meningkatkan lagi kontribusi dan perannya dalam penyaluran program KPR untuk rakyat, baik dalam bentuk penyaluran dana Tapera ataupun FLPP.
"Tanpa partisipasi aktif perbankan, kita akan sulit menekan angka backlog perumahan sebagaimana amanat pemerintah,” katanya.
Pasalnya, Adi menuturkan bahwa salah satu yang akan menjadi fokus BP Tapera adalah untuk mengurangi backlog perumahan dengan menyalurkan pembiayaan perumahan ke pekerja sektor informal.
Namun, ada beberapa tantangan pembiayaan perumahan yang terjadi dari segmen pekerja mandiri atau informal, alah satunya karena pekerja informal tidak memiliki catatan keuangan yang lengkap dan sulit diverifikasi.
Selain itu, pekerja informal juga memiliki keterbatasan kapasitas menabung. Hal ini dikarenakan penghasilan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta pekerja informal belum sepenuhnya affordable terhadap program perumahan.
"Dari sisi produk juga belum ada program pembiayaan perumahan yang spesifik untuk pekerja informal," ungkapnya.