Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meluncurkan Proyek Garuda untuk memulai penerapan rupiah digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) atau rupiah digital. Lalu apa itu rupiah digital? Apa bedanya dengan uang kertas dan asset kripto? Berikut penjelasannya.
Berdasarkan buku 'Proyek Garuda: Menavigasi Arsitektur Digital Rupiah', rupiah digital merupakan uang dalam bentuk digital yang diterbitkan BI. Rupiah digital nantinya menjadi kewajiban BI kepada pemegangnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam buku tersebut menyampaikan, rupiah digital akan diterbitkan dalam dua jenis.
Pertama, rupiah digital wholesale (w-Digital Rupiah) dengan cakupan akses yang terbatas dan hanya didistribusikan untuk melayani transaksi wholesale. Dan kedua, rupiah digital ritel (r-Digital Rupiah) dengan cakupan akses yang terbuka untuk publik dan didistribusikan untuk transaksi ritel. R-Digital Rupiah nantinya dapat digunakan masyarakat luas layaknya uang kertas dan uang logam.
Adapun model bisnis rupiah digital ini dibangun secara terintegrasi dari ujung ke ujung berdasarkan aspek integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi (3I).
“Dalam hal ini, aspek 3I diaplikasikan baik di antara platform wholesale dan ritel, antara platform Digital Rupiah dengan infrastruktur pasar keuangan tradisional, maupun antara platform di dalam negeri dan di luar negeri dalam konteks interoperabilitas transaksi antar negara,” kata Perry dalam dokumen tersebut, dikutip Senin (5/12/2022).
Baca Juga
Lalu apa bedanya rupiah digital dengan uang kertas dan kripto?
Pada prinsipnya, rupiah digital dan uang kertas sama-sama merupakan alat pembayaran yang sah. Bedanya, rupiah digital berbentuk digital sementara uang kertas berbentuk kertas.
Artinya rupiah digital dan kripto sangat berbeda. Pasalnya, rupiah digital merupakan alat pembayaran sedangkan kripto merupakan aset.
“Yang satunya kan currency, satunya [kripto] aset digital,” jelas Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Filianingsih Hendarta dalam talkshow rangkaian BIRAMA (BI Bersama Masyarakat) di Kantor Pusat BI, Jakarta, pada Senin (5/12/2022).
Ditemui terpisah, Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy menegaskan, hingga saat ini, BI tak mengakui penggunaan kripto sebagai alat pembayaran.
Selain itu, dia juga menekankan hadirnya rupiah digital bukan untuk mengimbangi pengaruh kripto
“Sampai sekarang BI tidak mengakui penggunaan itu sebagai alat pembayaran, itu stance kami. Seperti yang disampaikan Pak Gubernur [Perry Warjiyo], kami tahu masyarakat butuh melakukan transaksi digital termasuk di metaverse. Tujuan dari rupiah digital ini menjawab kebutuhan itu,” jelasnya.