Bisnis.com, JAKARTA — Saham sejumlah bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO) hingga PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) dinilai tetap prospektif meskipun harganya kompak melorot, setidaknya dalam sepekan terakhir.
Berdasarkan data dari RTI Business, harga saham ARTO pada perdagangan Jumat (9/12/2022) ditutup melemah 6,86 persen ke level Rp3.530. Dalam sepekan harga saham Bank Jago turun 15,95 persen. Saham Bank Jago juga masuk dalam jajaran 10 besar top losers selama perdagangan sepekan 5-9 Desember 2022.
Harga saham BBHI juga turun 0,54 persen ke level Rp1.830 pada penutupan perdagangan Jumat (9/12/2022). Dalam sepekan, harga saham bank digital besutan Chairul Tanjung ini turun 10,29 persen.
Kemudian, pada penutupan perdagangan hari ini, harga saham PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) turun 1,45 persen ke level Rp680. Dalam sepekan, harga saham BBYB turun 14,47 persen.
Lalu, harga saham PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) turun 2,62 persen menjadi Rp446. Dalam sepekan, harga saham AGRO turun 10,80 persen.
Selain itu, harga saham PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) di perdagangan hari ini turun 4,17 persen ke level Rp276. Bank Amar mencatatkan penurunan harga saham 13,75 persen dalam sepekan
Head of Equity Ekuator Swarna Sekuritas David Setyanto mengatakan penurunan harga saham ini disebabkan oleh pasar bergerak ke arah yang lebih rasional. Sebab, saham bank digital saat ini masih overvalued.
"Akan tetapi, prospek ke depan masih baik meskipun saat ini kecenderungan investor mengurangi posisi di saham-saham yang berbasis teknologi, salah satunya bank digital," ungkap David kepada Bisnis pada Jumat (9/12/2022).
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga mengatakan prospek bank digital sampai dengan 1–3 tahun mendatang masih cukup cerah, meskipun tidak untuk semua bank digital.
Menurutnya, hanya bank digital yang memiliki ekosistem saja yang mampu terus melaju dan memimpin era bank digital di masa yang akan datang.
Di sisi lain, bank digital akan menghadapi sejumlah tantangan. "Tantangannya adalah bagaimana bank digital itu dapat melakukan funding dengan cara yang tepat di tengah tren kenaikan suku bunga," ungkap Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi.
Menurutnya, saat ini proporsi struktur dana pihak ketiga (DPK) bank digital masih didominasi oleh deposito. Bank digital juga agresif menggalang dana dengan menawarkan bunga lebih tinggi. Hal tersebut membuat cost of fund lebih tinggi.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga menyebutkan bahwa bank digital akan menghadapi sejumlah tantangan tahun depan. Pertama, mengembangkan inovasi produk dan layanan.
Kedua, menjangkau masyarakat yang belum bankable untuk bisa akses ke bank digital.
"Ketiga, efisiensi proses serta biaya yang lebih ditekan," ungkapnya.