Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) akan mulai meminta masukan dari industri jasa keuangan terkait dengan konsep pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital.
Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Dudi Dermawan menyampaikan BI akan mengeluarkan consultative paper mulai Januari 2023, sebagai lanjutan dari penerbitan white paper yang telah diluncurkan saat pertemuan tahunan BI beberapa saat lalu.
“Kita akan buat consultative paper, meminta pendapat industri. Jadi, konsep CBDC versi BI ditangkap industri seperti apa, nanti akan dikomunikasikan pak Gubernur BI [Perry Warjiyo] ke seluruh industri,” katanya kepada Bisnis, beberapa hari lalu.
Dudi menjelaskan, BI telah menetapkan tiga tahapan dalam pengembangan Rupiah Digital. Pertama, yaitu pengembangan untuk segmen wholesale. Pada tahap ini, akan dilakukan penerbitan, pemusnahan, dan transfer antarbank.
“Jadi bagaimana Digital Rupiah diterbitkan, kemudian setelah dikembalikan ke BI berarti ada pemusnahan, kemudian antarbank bisa langsung mencoba transfer CBDC,” jelasnya.
Selanjutnya, tahapan kedua adalah penggunaan Rupiah Digital untuk operasi moneter dan pasar uang. “Termasuk di dalamnya kalau pemerintah mau menerbitkan obligasi ritel, pembayarannya bisa dilakukan dengan CBDC”.
Baca Juga
Dia melanjutkan, tahapan ketiga, yaitu dikembangkan secara end-to-end, antara wholesale dengan retail. Pada tahap ini, masyarakat umum dapat menukarkan uang kartal dengan Rupiah Digital dari perbankan.
“Bisa juga masyarakat jika ingin menukarkan Rupiah Digital ke uang kartal, bisa langsung ke BI seperti sekarang, itu dimungkinkan. Untuk mempermudah, pengedarannya melalui perbankan atau wholesale,” jelas Dudi.
Sementara itu, keberadaan rupiah digital diatur di dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang telah disahkan DPR menjadi UU.
Merujuk beleid tersebut, rupiah digital akan diatur pada Pasal 2 ayat (2) di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5223).
“Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut, ayat (2) macam rupiah terdiri atas rupiah kertas, rupiah logam, dan rupiah digital,” demikian bunyi draf RUU PPSK Pasal 2 ayat (2) berdasarkan draf 8 Desember 2022, dikutip pada Selasa (13/12/2022).
Dalam beleid tersebut dijelaskan, rupiah digital merupakan rupiah dalam bentuk digital yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) dan merupakan kewajiban moneter BI.
“Rupiah digital memiliki fungsi yang sama dengan Rupiah kertas dan Rupiah logam, yaitu sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat digunakan sebagai alat tukar [medium of exchange] dan sebagai alat penyimpan nilai [store of value],” tertulis selanjutnya.
Selanjutnya, di antara Pasal 14 dan Pasal 15 akan disisipkan 1 pasal, yakni Pasal 14A. Di dalam Pasal tersebut, pengelolaan rupiah digital meliputi perencanaan, penerbitan, pengedaran, dan penatausahaan.