Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, keamanan siber menjadi elemen krusial dalam pengembangan rupiah digital sehingga perlu dikelola sejak awal. Pasalnya, pemenuhan unsur keamanan siber menjadi salah satu faktor yang menentukan efektivitas adopsi rupiah digital.
Rupiah digital tak dipungkiri akan dihadapkan pada risiko-risiko keamanan sistem informasi. Untuk itu, standar keamanan serupa juga bakal diterapkan pada rupiah digital. Standar tersebut terdiri dari manajemen identitas dan akses (autentikasi dan otorisasi), manajemen keberlangsungan bisnis, manajemen security patching, pengelolaan insiden, dan manajemen siklus pengembangan.
“Pengembangan rupiah digital akan diarahkan pada upaya memitigasi berbagai risiko termasuk keamanan siber. Asesmen dan identifikasi risiko akan dilakukan secara terukur,” kata Perry dalam buku Proyek Garuda: Menavigasi Arsitektur Digital Rupiah, dikutip Senin (5/12/2022).
Dalam buku tersebut, Perry menjelaskan bahwa asesmen dan identifikasi risiko yang muncul dari aspek people, process, dan technology akan dilakukan secara terukur. Hal tersebut dilakukan guna menghasilkan desain dan teknologi digital rupiah yang aman, andal, dan tangguh.
Proses desain dan pemilihan teknologi rupiah digital, lanjut Perry, juga mempertimbangkan pengembangan berbagai fitur yang mampu memitigasi risiko keamanan siber secara menyeluruh.
“Berdasarkan pemikiran tersebut, pengembangan sistem akan mengacu pada tiga prinsip dasar keamanan sistem informasi, yaitu kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan,” jelasnya.
Baca Juga
Perlu diketahui, Bank Indonesia akan memanfaatkan teknologi kombinasi antara Distributed Ledger Technology (DLT) dan infrastruktur tersentralisasi.
DLT adalah pendekatan untuk merekam dan berbagi data di beberapa lokasi penyimpanan data (atau jurnal). Teknologi ini memungkinkan transaksi dan data untuk direkam, dibagikan, dan disinkronkan di antar jaringan yang terdistribusi pada peserta jaringan yang berbeda.