Bisnis.com, JAKARTA – Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia menjadi sorotan karena dinilai terlalu tinggi. Bank pembangunan daerah (BPD) juga ternyata tercatat sebagai penikmat marjin bunga tinggi, mengalahkan bank-bank besar di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan bahwa NIM perbankan memang menjadi perhatian, bahkan sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ada concern agar jangan sampai tingkat suku bunga tinggi menghambat bisnis, jadi [kredit dari bank] tidak membantu sektor tertentu seperti UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah]," ujarnya dalam konferensi pers pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada Senin (6/2/2023).
Atas kondisi ini, OJK kata Dian akan melakukan kajian dan analisa yang lebih mendalam. Termasuk di dalamnya besaran margin yang pantas didapatkan oleh perbankan.
"Kita akan melakukan analisa lebih mendalam,” ujarnya.
Apalagi, dalam omnibus law keuangan yang telah disahkan, ada amanat untuk melakukan transparansi bunga bank.
Pasalnya, sebelum penetapan bunga harus dilakukan transparansi faktor penyusunnya.
Menurutnya, NIM yang besar memang dianggap membawa keuntungan semata bagi perbankan dilihat dari marjin suku bunga pinjaman yang besar, sementara suku bunga simpanan yang kecil. Namun, menurutnya, NIM yang besar itu banyak pertimbangan.
"Banyak hal yang bisa diteliti, pastikan berapa tingkat suku bunga ideal atau marjin yang didapat bank dari pinjaman serta dana simpanan," ungkap Dian.
Apabila mengacu pada laporan keuangan terakhir, bank digital menjadi penikmat marjin bunga bersih itu mengalahkan bank-bank lainnya.
Raihan NIM PT Bank SeaBank Indonesia misalnya menjadi yang tertinggi diantara bank-bank lainnya yakni 17,22 persen pada kuartal III/2022, naik drastis dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 4,58 persen.
Kemudian PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) mencatatkan NIM 15,93 persen, PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) 12,74 persen, dan PT Bank Jago Tbk. (ARTO) 10,47 persen per kuartal III/2022 2022.
Margin Bunga Bersih BPD
Selain bank digital, NIM BPD pun tercatat tinggi. Berdasarkan Laporan Profil Industri Perbankan yang dirilis OJK, BPD mencatkan NIM 5,8 persen per September 2022, naik dibandingkan dengan September 2021 yang mencapai 5,74 persen.
Capaian NIM BPD itu mengungguli bank lainnya seperti bank BUMN dan bank umum swasta nasional.
Bank BUMN mencatatkan NIM 5,52 persen per kuartal III/2022. Kemudian, bank umum swasta nasional mencatatkan NIM 4,29 per September 2022.
Sementara itu, kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri hanya mencatatkan NIM 2,38 persen.
Berdasarkan laporan keuangan yang ditelaah Bisnis, sejumlah BPD juga mencatatkan NIM lebih unggul dibandingkan bank jumbo.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) misalnya mencatatkan NIM 6,71 persen.
Sementara itu, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) mencatatkan NIM 5,83 persen.
PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara Tbk. atau Bank Sumut mencatatkan NIM 6,84 persen per kuartal III/2022.
Sementara itu, NIM bank-bank jumbo besar seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) pada 2022 masing-masing 5,16 persen, 5,13 persen, dan 4,80 persen.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengungkapkan bahwa tingginya NIM BPD ini didorong oleh ekosistem bisnis.
Menurut Yuddy, BPD mengelola ekosistem daerah mulai dari transaksi penerimaan, belanja daerah, aparatur sipil negara (ASN) hingga rantai nilai turunannya.
“Ekosistem ini dapat dikelola dengan baik sehingga meredam goncangan yang ada, sekaligus menjaga NIM pada level yang cukup baik,” ujar Yuddy kepada Bisnis.com.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga mengatakan bahwa NIM BPD yang tinggi itu disebabkan oleh ekosistem yang dikelola dengan baik oleh BPD.
“Cost of fund [biaya dana] bisa ditekan dan BPD bisa jual kredit secara berkualitas ke ASN. Di sana lah marjin bunga jadi tinggi,” ujar Amin.
BPD bisa menekan biaya dana karena mempunyai ekosistem yang sudah terbentuk. Amin menilai BPD tidak perlu biaya promosi, tinggal menghubungi bendahara pemda untuk menggaet aparatur sipil negara atau ASN.
BPD sendiri mendapatkan pendanaan atau dana pihak ketiga (DPK) utamanya dari pemerintah daerah (pemda). Posisi suku bunga DPK BPD menurutnya tidak begitu spesial.
"Akan tetapi, BPD bisa menjual kredit multiguna atau kredit ke ASN dengan bunga kompetitif, sehingga margin bunganya besar," jelasnya.