Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mengungkap potensi memberikan kredit terkait proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral alias smelter.
Sebagai informasi, rendahnya kontribusi bank lokal dalam memberikan kredit terkait proyek smelter, maupun proyek-proyek penghiliran secara umum, sempat menjadi sorotan Presiden RI Joko Widodo.
Direktur Business Banking CIMB Niaga Rusly Johannes menjelaskan bahwa perbankan secara umum memiliki perspektif bahwa kucuran kredit terhadap proyek-proyek penghiliran, termasuk smelter, terbilang memiliki risiko tinggi.
"Pembiayaan terhadap smelter merupakan jenis pembiayaan yang memiliki belanja modal tinggi dan juga risiko yang tinggi, terutama dari sisi regulasi, teknologi, dan industri, sehingga risk appetite dari masing-masing bank akan berbeda," ujarnya ketika dihubungi, Senin (13/2/2023).
Akan tetapi, setidaknya ada beberapa poin yang bisa menjadi katalis pendongkrak minat perbankan untuk mendanai smelter. Terutama, adanya jaminan dari pemerintah untuk menjaga konsistensi terhadap regulasi terkait yang berlaku saat ini.
"Contohnya, pelarangan ekspor raw mineral ore, atau adanya program khusus berupa insentif pengurangan pajak, dan pemberian advisory dari para expertise yang dapat mendukung pelaku bank dalam menganalisa sektor ini secara lebih komprehensif," tambahnya.
Baca Juga
Rusly menjelaskan bahwa saat ini pihaknya pun telah ikut berperan dalam memberikan pembiayaan kepada beberapa perusahan pengolahan barang tambang, namun dengan tetap menyesuaikan aturan internal CIMB Niaga.
"Lewat adanya dukungan-dukungan tersebut, kami rasa akan mempengaruhi appetite bank, sehingga nantinya akan lebih aktif dalam melakukan kegiatan pembiayaan smelter," tutupnya.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani sebelumnya menekankan bahwa proyek-proyek penghiliran secara umum sebenarnya menarik minat perbankan. Akan tetapi, terkhusus penghiliran sektor minerba, seperti proyek smelter, risikonya jauh lebih besar.
Pertama, karena terbukanya potensi instabilitas politik dan kebijakan terkait, terutama di tengah masa transisi pergantian kepemimpinan.
Kedua, perlu kepastian bahwa produk akhir smelter yang telah memiliki nilai tambah itu laku, kompetitif di pasar global, atau setidaknya dibutuhkan industri dalam negeri yang bermain di sektor hilir terkait. Terakhir, kesiapan kawasan untuk mendukung berjalannya proyek smelter juga salah satu yang juga menjadi sorotan perbankan.
Adapun, Aviliani menilai pemerintah perlu memanfaatkan instrumen yang bisa menjadi insentif untuk mendorong minat perbankan.
Misalnya, menyediakan penjaminan khusus proyek penghiliran agar perhitungan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) lebih ringan, atau melibatkan Indonesia Investment Authority (INA) sebagai pihak penggalang dana, demi memberikan kepastian lebih bagi bank yang berminat.