Bisnis.com, JAKARTA— Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menanggapi soal usulan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal pemutihan peserta yang menunggak. Penghapusan iuran disebut untuk membantu masyarakat tidak mampu yang tak dapat membayar tunggakan, sehingga bisa kembali mendapatkan layanan kesehatan.
Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mahlil Ruby menyebutkan tidak semua peserta menurutnya bisa mendapatkan pemutihan. Pasalnya, di antara peserta yang menunggak ada yang telat membayar sampai 8 tahun, dengan berbagai alasan.
“Jadi pemutihan sebaiknya diberikan kepada peserta yang saat ini menunggak tiga atau enam bulan ke atas,” kata Mahlil saat dihubungi Bisnis, Rabu (15/2/2023).
Menurutnya, apabila setelah mendapatkan pemutihan masih menunggak, maka peserta tidak mendapatkan akses pelayanan publik. Terkecuali peserta tersebut terbukti jatuh miskin atau tidak mampu.
Mahlil pun setuju regulasi tersebut akan berpengaruh terhadap pendapatan BPJS Kesehatan. Meski demikian, menurutnya pemutihan peserta menunggak ini harus berdasarkan peraturan presiden
“Pemutihan ini harus melalui Perpres. Memang berdampak ke penerimaan, tetapi diasumsikan akan positif karena mereka yang menunggak itu akan bayar baru sehingga penerimaan malah naik,” tandasnya.
Baca Juga
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan pemutihan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menunggak. Pemutihan tersebut tidak gratis 100 persen, namun peserta hanya perlu membayar tunggakan selama tiga bulan.
Usulan tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi IX DPR RI Haruna. Usulan disampaikan saat rapat bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan pada 9 Februari kemarin.
Dia mengatakan peserta BPJS Kesehatan yang menunggak tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan. Haruna pun kemudian meminta agar pemangku kepentingan untuk memikirkan usulan pemutihan. Namun penghapusan iuran tidak sepenuhnya gratis yakni hanya membayar tiga bulan saja.
Politisi Parta Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pun menyebut masih banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mampu membayar tunggakan. Selain itu, menurutnya apabila regulasinya dipermudah turut menambah pendapatan BPJS Kesehatan.
“Perekonomian kita akibat pandemi gimana ya [sulit]. Rakyat kita tidak mampu [membayar] karena harus satu keluarga. Satu keluarga bayar, kalau kelas tiga Rp30.000 [Rp35.000] kalau dia punya anak lima kan jadi 7, Rp210.000 [lebih]. Kalau mereka gajinya UMR seperti di daerah kan sulit,” katanya.
Perhitungan tunggakan BPJS Kesehatan juga diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa kartu peserta akan aktif kembali apabila sudah membayar tunggakan iurannya.
Adapun tarif iuran yang dibayarkan maksimal 24 bulan dan iuran bulan berjalannya. Misalnya saja peserta menunggak lima tahun, dia hanya membayar dua tahun tunggakan untuk aktif kembali.
Diketahui, peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 248 juta jiwa pada 2022. Kendati demikian, masih ada banyak peserta yang tidak membayar iuran per Desember 2022.
Jumlahnya mencapai lebih dari 44 juta jiwa, dengan rincian 15,5 juta jiwa menunggak iuran dan peserta non aktif lainnya mencapai 28,6 juta jiwa. Dengan kondisi tersebut, BPJS Kesehatan kehilangan potensi pendapatan mencapai Rp1,5 triliun per tahun.
Perhitungan tersebut masih dapat naik, karena estimasi tersebut dihitung berdasarkan iuran mandiri atau peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas tiga yakni Rp35.000. Untuk peserta kelas satu iuran mencapai Rp150.000 dan peserta kelas dua Rp100.000.