Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU Dodd-Frank oleh Donald Trump Pemicu Runtuhnya SVB dan Signature Bank?

Revisi UU Dodd-Frank dilakukan oleh kongres pada era Donald Trump melahirkan sejumlah pelonggaran. Aturan ini mulanya disahkan pada 2010 sebagai respon krisis.
Logo Silicon Valley Bank (SVB). Source: Bloomberg.
Logo Silicon Valley Bank (SVB). Source: Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Geger kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) dalam 48 jam dan merembet menjadi krisis perbankan di Amerika Serikat mendapat sorotan global. Usai SVB dinobatkan menjadi bank gagal terbesar kedua setelah Lehman Brothers, sejumlah spekulasi mulai bermunculan. Bahkan, tak sedikit pihak menuding kegagalan SVB disebabkan oleh revisi UU Dood-Frank pada 2018.

Dalam catatan Bisnis, aturan yang diprakarsai Senator Christopher J. Dodd dan Perwakilan Barney Frank ini mulanya disahkan pada 2010 pada era Presiden Obama sebagai respon keruntuhan sistem keuangan negara Paman Sam itu pada 2008. Terdapat aturan mendetail tentang pengawasan sektor jasa keuangan dan menghadirkan sejumlah lembaga supervisi baru. 

Aturan yang memiliki nama resmi Dodd-Frank Wall Street Reform and Consumer Protection Act ini dinilai membuat sistem keuangan AS tidak bersaing. Ketika Donald Trump terpilih sebagai Presiden pada tahun 2016, dia berjanji untuk mencabut Dodd-Frank, meski demikian hasil akhirnya dilakukan pelonggaran beberapa bagian dan disahkan pada Mei 2018.

Politisi Amerika Serikat dari Partai Demokrat Elizabeth Warren yang juga dikenal dengan sikapnya akan perlindungan konsumen, peluang ekonomi, dan social safety net (SSN) menjadi sosok yang gencar menyuarakan bahwa keruntuhan SVB hingga Signature Bank tak lain disebabkan oleh pelonggaran regulasi pada industri perbankan AS yang termuat dalam revisi UU Dodd-Frank.

Menjawab hal tersebut, Mantan Wakil Ketua The Federal Reserve (The Fed) untuk Pengawasan Randal Quarles menampik spekulasi itu. Justru, Quarles menyoroti kemungkinan runtuhnya SVB dipantik oleh kelalaian internal.

"[Revisi UU Dodd-Frank] tidak ada hubungannya dengan runtuhnya SVB. Saya rasa ada pertanyaan menarik seputar pengawasan dan mengenai perlakuan terhadap deposito yang tidak diasuransikan," ujarnya, dilansir dari Reuters, Rabu (15/3/2023).

Untuk diketahui, Quarles ditunjuk oleh Donald Trump di The Fed di Wall Street pada 2017 hingga 2021. Periode masa jabatannya tersebut membawanya menyaksikan bagaimana Trump melonggarkan beberapa aturan ketat melalui revisi UU Dodd-Frank yang diberlakukan pada industri perbankan setelah krisis keuangan 2008-2009.

Di sisi lain, The Fed telah meluncurkan penyelidikan internal untuk SVB. Keruntuhan ini memicu kritik tajam terhadap pengawasan bank sentral.

Terbaru, regulator AS mengambil langkah-langkah darurat pada Minggu malam untuk melindungi para deposan SVB dan Signature Bank di New York, yang juga diambil alih. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah makin luasnya penyebaran krisis. Quarles mengatakan bahwa sebagian besar stress test tidak ditemukan dalam masalah di SVB. "Untuk bank-bank seukuran SVB, kerugian dalam akun sekuritas yang tersedia untuk dijual tidak pernah menjadi masalah bagi modal," katanya. 

Revisi UU Dodd-Frank Sempat Mendapat Banyak Penolakan

Revisi UU Dodd-Frank yang ditandatangani oleh Presiden Donald Trump pada 2018 dilakukan di tengah  perbedaan pendapat antara partai Demokrat dan Republik. Pada saat revisi UU Dodd-Frank hendak disahkan oleh partai Republik, pejabat Amerika Serikat dari partai Demokrat menentang rencana tersebut.

Mengutip catatan Bisnis, kubu oposisi tersebut meminta proses pembahasan revisi UU Dodd-Frank telebih dahulu melewati proses jajak pendapat.

“Kami melihat rancangan revisi UU tersebut adalah yang terburuk sepanjang sejarah. Kami tak ingin revisi UU Dodd-Frank yang baru hanya akan menguntungkan Presiden Trump dan koleganyadi Wall Street,” kata Maxine Waters dari Partai Demokrat waktu itu.

Revisi yang diajukan oleh Partai Republik mencakup penurunan rasio kecukupan modal perbankan AS menjadi 10 persen. Selain itu, kewenangan dari Biro Perlindungan Keuangan Konsumen AS untuk mengawasi perbankan AS juga dibatasi. 

Tak hanya sempat mendapat penolakan dari partai Demokrat, Bank Sentral AS (The Fed) juga pada saat itu menunjukkan sikap penolakan. The Fed bersikeras untuk mempertahankan undang-undang perbankan Dodd-Frank, meskipun tak menolak adanya revisi sederhana dalam aturan tersebut.

Gubernur The Fed saat itu Jannet Yellen mengatakan, aturan tentang kecukupan modal perbankan dalam UU Dodd-Frank,dinilai telah mampu melindungi perbankan AS dari ancaman krisis. 

Sedangkan, Donald Trump menilai bahwa apabila UU Dodd-Frank tidak direvisi, aturan tersebut dapat melemahkan perbankan AS dalam membuat pertumbuhan ekonomi Amerika terhambat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Alifian Asmaaysi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper