Bisnis.com, JAKARTA — Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan di Indonesia relatif tinggi dibandingkan negara-negara lainnya yang setara. Dalam laporannya, Bank Indonesia (BI) mengindikasikan kemungkinan turunnya NIM perbankan dengan berbagai cara.
Berdasarkan laporan BI, NIM perbankan Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara peers atau negara dengan tingkat setara. Sejak 2018 hingga 2021, NIM perbankan Indonesia berada pada kisaran 4-5 persen, lebih tinggi dibandingkan NIM perbankan di negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina yang berada di bawah 4 persen.
Laporan itu menyebutkan tingginya NIM perbankan Indonesia karena spread suku bunga yang relatif lebih lebar. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya biaya kredit perbankan, tercermin antara lain dari rasio biaya overhead dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) terhadap kredit perbankan Indonesia yang relatif lebih tinggi.
Laporan itu juga mengindikasikan kemungkinan NIM perbankan turun seiring dengan spread suku bunga yang rendah. "Masih terdapat ruang bagi perbankan untuk menurunkan spread suku bunga dengan meningkatkan efisiensi antara lain melalui digitalisasi maupun konsolidasi, baik berupa merger dan akuisisi," tulis laporan asesmen BI yang dirilis beberapa waktu lalu.
Selain itu, upaya yang bisa dilakukan dalam menurunkan NIM adalah mendorong kompetisi yang sehat antara lain melalui transparansi suku bunga kredit.
Sebelumnya, NIM perbankan telah menjadi sorotan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan menilai posisi NIM perbankan nasional masih terlalu tinggi, yakni mencapai 4,4 persen sepanjang 2022. "Tinggi banget, ini mungkin tertinggi di dunia," pungkas Jokowi saat menyampaikan pidato pembukanya dalam acara pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2023 pada bulan lalu.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae juga mengatakan NIM perbankan menjadi perhatian karena dinilai terlalu tinggi. "Ada concern agar jangan sampai tingkat suku bunga tinggi menghambat bisnis, jadi tidak bantu sektor tertentu seperti UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah]," ujarnya.
Menurutnya, NIM yang besar memang dianggap membawa keuntungan semata bagi perbankan dilihat dari marjin suku bunga pinjaman yang besar, sementara suku bunga simpanan yang kecil. Namun, menurutnya NIM yang besar itu banyak pertimbangan.
"Banyak hal yang bisa diteliti, pastikan berapa tingkat suku bunga ideal atau marjin yang didapat bank dari pinjaman serta dana simpanan," ungkap Dian.
Untuk itu, bank mesti menunjukkan komponen apa saja yang menyebabkan tingginya NIM. "Misalnya, apakah ini karena efisiensi bank, mungkin high cost economy, atau lainnya," ujar Dian.