Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hardening Market Industri Asuransi Diprediksi Berlanjut hingga Akhir Tahun

Fenomena hardening market pada industri asuransi diprediksi masih berlanjut sepanjang tahun ini.
Ilustrasi asuransi/mhibroker.com
Ilustrasi asuransi/mhibroker.com

Bisnis.com, JAKARTA — Industri perasuransian diperkirakan masih terkena hardening market sepanjang 2023. Fenomena ini diyakini dapat memicu penurunan kinerja industri asuransi, sebab adanya peningkatan tarif premi yang dilakukan pemain asuransi.

Wakil Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) untuk Bidang Statistik & Riset Trinita Situmeang menuturkan bahwa fenomena hardening market di industri asuransi tidak terlepas dari pengaruh regional market. Menurutnya, hal itu terjadi mengingat ekosistem asuransi saling berkaitan, baik dari industri penunjang maupun perusahaan asuransi dengan pihak-pihak dari luar.

Hardening market, lanjut Trinita, membuat pemain asuransi harus melakukan berbagai penyesuaian, mulai dari kebijakan underwriting, marketing, produk, risk management, termasuk tarif premi.

Hardening market itu adalah mengenai suplai kemudian term and condition, jadi ada beberapa aspek di sana yang harus diperhatikan baik dari perusahaan asuransi maupun reasuransi, termasuk penyesuaian harga premi, karena hardening itu reflecting adanya risk adjustment,” kata Trinita saat ditemui di Jakarta, dikutip pada Minggu (4/6/2023).

Sementara itu, Praktisi Asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Barkah Taim menjelaskan bahwa hardening market merupakan kondisi di mana terjadi pengetatan underwriting yang meningkat dan pengenaan tarif premi yang lebih tinggi di pasar asuransi.

“Artinya, perusahaan asuransi dan reasuransi menjadi lebih berhati-hati dan konservatif dalam praktik underwriting mereka. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagai contoh semakin seringnya dan besarnya klaim, rendahnya hasil investasi, dan perubahan regulasi,” kata Abitani kepada Bisnis, Kamis (1/6/2023).

Abitani menuturkan bahwa hardening market akan memicu penurunan kinerja industri asuransi, karena pada situasi ini perusahaan asuransi akan menaikkan tarif premi di berbagai lini pertanggungan asuransi.

Bukan hanya itu, Abitani menambahkan bahwa sebagai penanggung, maka perusahaan asuransi juga menjadi lebih selektif dalam menerima risiko yang akan mereka tanggung.

Perusahaan asuransi dapat mengurangi kapasitas keseluruhan mereka untuk memberikan pertanggungan yang akhirnya akan membatasi jumlah asuransi yang tersedia di pasar.

Selain itu, perusahaan asuransi dapat mengenakan batasan tambahan dan pengecualian baru dalam polis asuransi untuk mengurangi eksposur mereka terhadap risiko tinggi. Sejumlah penyesuaian kebijakan itu akan berdampak pada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan asuransi.

“Dampak yang dirasakan adalah masyarakat kesulitan dalam mendapatkan pertanggungan asuransi yang terjangkau untuk memenuhi kebutuhan mereka,” imbuhnya.

Dengan demikian, Abitani mengatakan bahwa masyarakat terpaksa harus membeli polis asuransi yang lebih mahal dari biasanya atau terpaksa menanggung risiko sendiri atau tidak membeli asuransi.

Dihubungi terpisah, Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re Delil Khairat mengatakan bahwa setelah renewal periode 1 Januari 2023, hardening market terjadi di seluruh dunia.

Delil mengatakan bahwa magnitude dari hardening market ini berbeda-beda, sesuai dengan profil perusahaan masing-masing.

“Jadi, berdasarkan masukan dari berbagai pihak, pemain global, kami bisa lihat pertumbuhan sepanjang 2023 momentum hard market akan terus berlanjut,” ujarnya.

Namun demikian, lanjut Delil, hardening market yang terjadi di sepanjang 2023 akan berlangsung lebih terstruktur dibandingkan dengan renewal sebelumnya. Sebab, market sudah melihat apa yang terjadi, sehingga perusahaan asuransi lebih bersiap menghadapi segala kemungkinan, meski hardening market ini akan terus ada.

Untuk industri di dalam negeri, Delil menilai industri harus tetap memandang fenomena hard market dari sisi positif, termasuk dengan memperbaiki kualitas portofolio industri Indonesia.

“Artinya, selama ini term and condition price di dalam industri kita mungkin tidak memadai atau tidak sejalan dengan risiko yang ada. Ini kesempatan kita untuk meng-adjust hal itu,” terangnya.

Di samping itu, hardening market juga menjadi kesempatan untuk mengedukasi pasar dan para tertanggung untuk lebih memperhatikan aspek pengelolaan risiko, terutama aspek penanggulangan pengelolaan risk management.

“Itu karena mempengaruhi term and condition. Ini adalah kesempatan kita untuk memperbaiki secara umum industri asuransi dan reasuransi,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper