Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI telah mengalami layanan eror berhari-hari dan terindikasi terkena serangan siber ransomware hingga diduga mengalami kebocoran data. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun masih menempatkan pengawasan atas kasus tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan atas kasus yang menimpa BSI, audit forensik masih dilakukan. Pemeriksaan keamanan IT juga terus dilakukan oleh bank, bekerja sama dengan induknya yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) serta konsultan independen.
Pengawas prudential dan pengawas IT dari OJK juga terus melakukan pengawasan atas kasus tersebut. Alhasil, tindakan seperti sanksi atau rekomendasi perbaikan dari OJK atas kasus yang menimpa bank syariah itu belum diberikan.
"Belum dapat ditarik kesimpulan. Nanti saat hasil audit diperoleh dilengkapi informasi OJK, maka itu akan digunakan sebagai dasar rekomendasi perbaikan," ujarnya dalam rapat dewan komisioner (RDK) OJK pada Selasa (6/6/2023).
Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan hingga saat ini investigasi atas kasus yang menimpa BSI masih dilakukan. Namun, berdasarkan pemantauan sementara, terdapat indikasi serangan siber ransomware yang menyasar personal computer (PC) lama pekerja di kantor cabang.
Dari upaya serangan siber, kemudian muncul dugaan data nasabah dan karyawan BSI bocor. Namun, data yang bocor bukan merupakan data core banking, melainkan data di PC pekerja berupa data operasional. "Bukan data yang jadi rahasia nasabah," kata pria yang akrab disapa Tiko itu pada Senin (5/6/2023) di Gedung DPR.
Sebagaimana diketahui, bulan lalu telah terjadi gangguan layanan BSI selama empat hari sejak 8 Mei 2023 hingga 11 Mei 2023. Seiring dengan gangguan layanan berhari-hari, BSI terindikasi terkena serangan siber ransomware.
BSI juga diterpa kabar dugaan kebocoran data nasabah oleh kelompok ransomware LockBit di situs dark web. Total data yang dibocorkan mencapai 1,5 TB mencakup data nasabah dan karyawan BSI.