Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 26 pemain industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending masih berkutat dengan pemenuhan ekuitas minimal senilai Rp2,5 miliar. Pasalnya, ekuitas senilai Rp2,5 miliar itu harus terpenuhi pada 4 Juli 2023.
Beleid di dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 (POJK 10/2022) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang diundangkan pada 4 Juli 2022 itu menyebutkan bahwa penyelenggara fintech P2P lending wajib memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar yang dilakukan secara bertahap.
Pada 4 Juli 2023 ekuitas minimum sebesar Rp2,5 miliar, Juli 2024 ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar, dan Juli 2025 menjadi sebesar Rp12,5 miliar.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono mengatakan dalam kaitan kewajiban pemenuhan ekuitas minimum fintech P2P lending sebesar Rp2,5 miliar yang akan berlaku mulai per 4 Juli 2023.
“OJK telah meminta action plan pemenuhan ekuitas kepada penyelenggara fintech P2P lending dan dilakukan monitoring secara berkelanjutan,” kata Ogi dalam keterangan tertulis, dikutip pada Kamis (8/6/2023).
Dalam hal penyelenggara tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan di dalam POJK 10/2022, maka OJK akan mengenakan sanksi sesuai ketentuan dimaksud.
Baca Juga
“Pada prinsipnya, supervisory action yang dilakukan oleh OJK bertujuan untuk mencegah timbulnya pelanggaran ketentuan yang disebabkan karena keterbatasan kondisi keuangan dan memastikan perlindungan konsumen dapat tetap dipenuhi oleh penyelenggara,” ujarnya.
Lantas, apakah aksi korporasi seperti akuisisi dapat menjadi solusi pemain fintech P2P lending untuk memenuhi ekuitas minimal Rp2,5 miliar?
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono mengatakan bahwa aksi akuisisi maupun merger bisa menjadi solusi pemain fintech untuk merampungkan ekuitas minimal Rp2,5 miliar.
“Nggak ada masalah [fintech melakukan akuisisi atau merger], silakan saja, yang penting terpenuhi [ekuitas Rp2,5 miliar],” kata Triyono dalam acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, Kamis (8/6/2023).
Meski demikian, Triyono menyebut hingga saat ini belum ada dari pemain fintech yang mengajukan akuisisi kepada regulator. “Belum ada. Tapi saya kira mungkin wajar, kalau memang nanti ada [akuisisi/merger] itu wajar, karena kan harus bertahan,” imbuhnya.
Setali tiga, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengatakan bahwa pemenuhan ekuitas minimum tidak terlepas dari adanya aksi akuisisi maupun merger.
“Jadi kalau kita lihat mungkin beberapa ada yang ada akuisisi, misalnya ada investor atau dari luar yang saat ini memang sedang mencari perusahaan peer-to-peer, tidak menunggu moratorium, ada,” ujarnya.
Tak dapat dipungkiri, aksi akuisisi ini membuat pemain fintech menyusut. Namun, berdasarkan catatan OJK, Adrian menyebut bahwa hingga pandemi Covid-19 sudah banyak pemain lending sudah banyak yang mengembalikan tanda terdaftar.
“Berarti kan memang secara sendirinya 102 itu mungkin kita lihat akan terkonsolidasi lagi, apalagi dengan syarat ketentuan modal dan persaingan bisnis,” tutupnya.