Bisnis.com, JAKARTA — Risk Based Capital (RBC) atau solvabilitas PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re terus mengalami penurunan. Per Maret 2023, RBC perusahaan pelat merah tersebut berada pada 121 persen. Angka tersebut hampir mendekati ambang batas yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni 120 persen. Penurunan RBC ini juga menjadi salah satu pertimbangan lembaga pemeringkat internasional, Fitch mencabut rating reasuransi terbesar di Indonesia ini.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengatakan RBC perusahaan turun pertama adalah terkait dengan masalah bisnis.
“Masalah bisnis ini [RBC turun], misalnya ada klaim-klaim besar yang barangkali pencadangannya itu kurang, maka sekarang kan kami disiplin pencadangan,” kata Benny saat acara bincang dengan media di Jakarta Pusat, Kamis (8/6/2023).
Benny mengatakan klaim besar tersebut salah satunya dampak dari Covid-19, asuransi kredit, dan asuransi jiwa kredit.
Benny mengatakan pihaknya pun terus melakukan pembenahan terkait hal tersebut. Salah satunya adalah dengan peningkatan permodalan.
Perusahaan diketahui akan mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1 triliun dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun ini. Permodalan tersebut bukan digunakan untuk belanja modal namun meningkatkan permodalan. Ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan perusahaan, sehingga tingkat RBC naik.
Baca Juga
“Kalau dengan Rp1 triliun mungkin 200 persen [RBC] baru itu bagus tetap,” imbuh Benny.
Tidak hanya itu, perusahaan juga terus berbenah dengan menyelesaikan kasus-kasus lama yang belum terselesaikan. “Ini untuk memastikan suistainability kita ke depan lebih kuat misalnya ketemu ada kasus hukum jaman dulu, ada kasus pajak yang harus dibereskan, kami bereskan,” paparnya.
Benny pun memastikan meskipun RBC hampir mendekati ambang batas, hal tersebut masih sesuai dengan ketentuan OJK. Dia pun berharap perusahaan asuransi tak khawatir terkait hal tersebut.
“Dengan pembenahan dan masih di atas ketentuan ini bisa menyakinkan perusahaan asuransi bahwa kita bisa mengcover banyak,” katanya.
RBC Indonesia Re mencapai 131 persen pada 2022. Angka tersebut turun apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni 146 persen.
Angka tersebut semakin turun pada kuartal pertama tahun ini. RBC perusahaan reasuransi pelat merah tersebut menjadi 121 persen per Maret 2023 atau turun dari 122 persen pada periode yang sama tahun sebelumya.
Di sisi lain, jumlah pendapatan underwriting perusahaan mencapai Rp677 miliar per Maret 2023. Angka tersebut turun 12 persen apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp771 miliar. Sementara itu hasil underwriting mencapai Rp32 miliar pada kuartal I/2023.
Total rugi komprehensif yang dicatatkan perusahaan yakni mencapai Rp12 miliar atau lebih sedikit dibandingkan kerugian pada Maret 2022 yakni Rp52 miliar. Sementara itu, jumlah aset yang dimiliki perusahaan yakni mencapai Rp10, 6 triliun atau naik sedikit dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp10,1 triliun.
Jumlah ekuitas perusahaan mencapai Rp2, 56 triliun atau naik sedikit dibandingkan Maret 2022 yakni Rp2, 55 triliun. Jumlah liabilitas yang ditanggung yakni Rp7, 6 triliun atau naik dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni Rp7, 2 triliun.
Pengamat Asuransi dan Dosen Program MM Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universtas Gajah Mada (UGM) Kapler Marpaung sebelumnya sempat mengatakan bahwa RBC perusahaan reasuransi yang turun naik merupakan hal biasa.
“Karena bisnis termasuk bisnis asuransi dan reasuransi itu kan kinerja nya tidak selalu naik atau turun terus, tetapi volatilitynya beragam," kata Kapler kepada Bisnis, Sabtu (15/4/2023).
Kapler mengatakan apabila RBC perusahaan reasuransi naik, itu mencerminkan kinerja keuangannya semakin baik. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya tambahan modal atau pertumbuhan premi dan hasil underwriting positif. Selain itu didorong dengan adanya kenaikan hasil investasi.
“Bahasa mudahnya perusahaan mencatatkan pertumbuhan laba. Kalau RBC turun berarti itu sebaliknya, perusahan mengalami kerugian. Semakin besar kerugian semakin besar penurunan tingkat RBCnya," kata dia.
Kapler mengatakan yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah RBC terus turun antara lain dengan melakukan efisiensi, risk assessment dan seleksi risiko yang baik dalam setiap penutupan (prudent underwriting).
Selain itu, perusahaan juga perlu membuat kebijakan penetapan harga, analisa dan merubah program-program reasuransi dan retro, restrukturisasi aset dan liability, serta penambahan modal dari pemegang saham.
"Restrukturisasi liability bukan memotong kewajiban ya [haircut], tetapi dilihat apakah ada liability yang dicatat terlalu besar, bisa karena double pencatatan atau koreksi beban klaim reasuransi/retronya," jelas Kapler.
Kapler menambahkan apabila tingkat RBC masih di atas ambang batas minimum maka masih dinyatakan perusahaan sehat. Namun menang apabila sudah mendekati batas minimum 120 persen, itu akan membuat perusahaan semakin hati-hati dalam beroperasi.