Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengklasifikasian Perusahaan Asuransi Dinilai Terlalu Terburu-buru

Pengamat menilai rencana klasterisasi perusahaan asuransi terkesan terburu-buru dan hanya cara responsif terhadap kasus-kasus gagal bayar klaim asuransi.
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat asuransi Wahyu Romanti secara pribadi menilai rencana klasterisasi terkesan terburu-buru dan hanya merupakan cara responsif terhadap kasus-kasus gagal bayar klaim asuransi. Penyiapan modal tersebut, kata dia, semata-mata untuk dana talangan jika terjadi gagal bayar. 

Padahal dari mencuatnya kasus-kasus terkait dengan perusahaan asuransi, sebagian besar berasal dari kesalahpahaman produk, seperti perusahaan asuransi yang menjual produk investasi atau bank. Kemudian ditambah dengan kelemahan kemampuan pengelolaan aset atau investasi serta manajemen risiko.

Menurutnya, kondisi perusahaan asuransi bukanlah sebagai lembaga depositori seperti bank dan juga bukan perusahaan manajer investasi. Perusahaan asuransi secara alamiah memiliki kontrak jangka panjang dengan nasabahnya.

Oleh karena itu, semestinya, kata dia, yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan pengelolaan aset dan manajemen risiko dalam jangka panjang. 

"Jika pengklasifikasian modal ini diterapkan dan ditambah pembatasan produk, maka otomatis terjadi pengebirian perusahaan asuransi kecil," terangnya, Jumat (14/7/2023).

Akibatnya, kata dia, pertumbuhan industri akan menurun. Arah industri asuransi atau bahkan  regulator juga berpotensi dikuasai oleh pemain besar.

Sisi lain, penambahan modal belum tentu akan menambah skala bisnis. Menurutnya, yang dapat menambah skala bisnis perusahaan asuransi adalah track record yang berkaitan dengan kompetensi manajemen dalam pengelolaan asset dan liabilitas.

"Perlu diingat asuransi adalah produk yang  ditawarkan bukan produk yang pembelinya datang sendiri," terangnya.

Selain itu, baik perusahaan asuransi, baik asuransi jiwa maupun umum,  biasanya lahir dari grup bisnis lain. Asuransi hadir memenuhi kebutuhan dari industri lain.

Alhasil, dia menilai peningkatan kapasitas bisnis perlu dilakukan dengan meningkatkan jaringan pemasaran.

Dalam era digital ini, perusahaan asuransi tidak harus menambah jaringan secara offline tetapi dapat memperluas pemasaran di luar grup. Dia mencontohkan bagi perusahaan asuransi umum dapat memperkaya cakupan risiko yang dijangkau.

Kemudian, secara internal meningkatkan kompetensi dan kapasitas asset liabilitas manajemen sebagai persiapan penerapan PSAK 74

"Kesimpulannya adalah sebelum mengatur tentang  modal, tolong kembalikan asuransi pada khittahnya terlebih dahulu, yaitu hanya menjual produk proteksi," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper