Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengenakan sanksi administratif terhadap 34 penyelenggara financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending).
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Agusman mengatakan sanksi tersebut diberikan atas pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan OJK yang berlaku atau sebagai tindak lanjut pemeriksaan langsung.
“Sanksi administratif terdiri dari 46 pengenaan sanksi peringatan tertulis, 1 teguran tertulis dan 10 sanksi denda,” kata Agusman dikutip dari kanal YouTube OJK, Minggu (10/9/2023).
Agusman mengatakan regulator terus mendorong industri fintceh P2P lending untuk terus bertumbuh dan berkembang secara sehat, serta aman. Dengan demikian industri tersebut dapat berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
OJK turut mencatat kinerja industri fintech P2P lending mengalami pertumbuhan outstanding pembiayaan sebanyak 22,41 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp55,98 triliun pada Juli 2023.
Pada periode yang sama, OJK menyampaikan tingkat wanprestasi atau TWP90 yang dimiliki fintech P2P lending sedikit mengalami peningkatan menjadi 3,47 persen pada Juli 2023, sedangkan pada Juni 2023 hanya sebesar 3,29 persen.
Baca Juga
Sebelumnya, dari sisi permodalan, OJK mencatat ada sebanyak 76 pemain fintech P2P lending yang telah memenuhi ketentuan ekuitas minimum pada Juli 2023. Penyelenggara fintech P2P lending wajib memenuhi ekuitas minimum Rp2,5 miliar berdasarkan Peraturan OJK (POJK) 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
“Per Juli 2023, terdapat 76 penyelenggara [fintech P2P lending] yang telah memenuhi ketentuan ekuitas yang diatur oleh OJK,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK Agusman dalam jawaban tertulis, dikutip pada Jumat (8/9/2023).
Agusman menjelaskan ketentuan ekuitas minimum sendiri diatur secara bertahap, di mana penyelenggara diminta untuk memenuhi ekuitas sebesar Rp7,5 miliar pada Juli 2024 dan Rp12,5 miliar pada Juli 2025.
OJK selaku pengawas juga melakukan penegakan kepatuhan dengan menerbitkan surat administratif berupa peringatan tertulis kepada penyelenggara yang belum memenuhi ketentuan tersebut
“Itu dilakukan agar segera menambah modal dan menjaga ekuitas minimum tetap Rp2,5 miliar,” tambahnya.
Sementara itu, OJK mencatat masih terdapat 26 pemain fintech P2P lending yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp2,5 miliar per Juli 2023.
Dalam hal pemenuhan ekuitas, regulator telah meminta rencana aksi (action plan) pemenuhan ekuitas minimum kepada fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
“OJK telah menerbitkan surat peringatan tertulis kepada penyelenggara yang belum memenuhi ketentuan tersebut agar segera menambah modal dan menjaga ekuitas minimum Rp2,5 miliar,” ujarnya.
Bukan hanya itu, OJK terus melakukan pemantauan (monitoring) terhadap perkembangan fintech P2P lending yang memiliki risiko kredit macet atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di atas 5 persen.
Agusman menyampaikan OJK memberikan surat pembinaan dan meminta action plan perbaikan pendanaan macet tersebut.
“OJK selanjutnya memonitor pelaksanaan action plan dengan ketat. Jika kondisinya lebih buruk, OJK melakukan tindakan pengawasan lanjutan,” katanya.