Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 memicu fintech P2P lending atau pinjaman online (pinjol), terutama di sektor pertanian atau agrikultur mengalami gagal bayar.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan krisis pandemi membuat peminjam dana (borrower) menjadi lebih agresif membeli barang. Sayangnya, pada saat mendistribusikan barang tidak sesuai dengan harapan dan perhitungan kalkulasi.
“Itu [gagal bayar] adalah kejadian yang terjadi pada saat pandemi yang mungkin tidak bisa terselesaikan hingga saat ini sehingga terjadi dispute,” ujar Sunu saat ditemui di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Namun demikian, Sunu menilai fintech pertanian diproyeksi masih akan terus melaju. Pasalnya, kata Sunu, industri fintech merupakan industri yang agile dan memiliki peluang yang besar untuk berkembang.
“Kami tetap optimis karena margin yang besar itu ada di sektor pertanian, meski risikonya besar,” imbuhnya.
Di sisi lain, Sunu menjelaskan kasus gagal bayar yang menimpa fintech pertanian tidak dapat disimpulkan menjadi penyumbang meningkatnya kredit macet di industri fintech. Sebab, kredit macet tidak hanya terjadi di sektor pertanian, melainkan di berbagai sektor.
Baca Juga
“Ada [sektor] yang macet, tapi ada juga yang melakukan restrukturisasi. Bukan berarti yang nggak kedengaran [sektor], nggak tinggi NPL-nya, karena mereka berhasil restrukturisasi,” imbuhnya.
Pada saat pandemi Covid-19, Sunu menuturkan bahwa pemain fintech ramai melakukan restrukturisasi. Langkah itu dilakukan karena OJK dan AFPI mengimbau kepada para lender untuk memberikan restrukturisasi kepada peminjam yang mengalami permasalahan.
“Jadi bukan berarti yang masalah hanya sektor agrikultur, engga, kalau masalah hampir semua [sektor] masalah. Tapi mereka bisa mencapai kesepakatan restrukturisasi,” terangnya.
Berbeda dengan masa Covid-19, Sunu menyatakan bahwa saat ini pemain fintech sudah tidak memiliki restrukturisasi. “Kalau seandainya ada [restrukturisasi] itu dari masa lalu [pandemi],” pungkasnya.