Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan pengaturan pembagian dividen perbankan, dalam rangka memperkuat tata kelola. Aturan ini termasuk berdampak ke bank BUMN seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, hingga BTN.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun memproyeksikan estimasi setoran dividen dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) bakal menurun, hanya sekitar Rp30 hingga Rp35 triliun pada 2023 yang akan ditetapkan pada RUPS 2024 mendatang.
“Faktor [penurunan dividen] ini karena semakin besar pencadangan untuk mengantisipasi restrukturisasi utang dari BUMN Karya, khususnya dari sektor konstruksi. Karena, beberapa sudah masuk proses restrukturisasi dan sebagian bank BUMN juga menyiapkan pencadangan, dan ini akan berdampak laba dan berujung pada dividen yang disetor negara,” ujarnya pada Bisnis, akhir pekan lalu (15/9/2023).
Lebih lanjut, dirinya menuturkan penyaluran kredit yang mengalami perlambatan hingga tekanan inflasi pun dapat mengurangi pendapatan bank, yang pada gilirannya mempengaruhi jumlah dividen yang disetor kepada negara.
Sebagai informasi, total dividen yang dibagikan oleh bank milik negara (Himbara) pada 2023 atas kinerja tahun sebelumnya mencapai Rp76,1 triliun. Dari jumlah ini, pendapatan negara dari dividen sebesar Rp 40,74 triliun untuk tahun buku 2022.
Bank Rakyat Indonesia telah memutuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp43,94 triliun atau Rp288,2 per lembar saham. BNI membagikan dividen 40 persen dari laba bersih atau senilai Rp7,32 triliun. Sementara Bank Mandiri membagikan dividen tunai kepada sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara BTN membagikan dividen sebesar Rp609 miliar
Baca Juga
Bhima menyebut tujuan dari aturan rasio sendiri akan makin menyehatkan Himbara. Di mana, bank BUMN dapat membentuk pencadangan memperkuat modal bank, hingga menganggarkan belanja modal atau capital expenditure yang dialokasikan untuk IT hingga digitalisasi perbankan.
“Dengan ada regulasi dari rasio dividen bank ini, jadi tujuannya agar bank lebih banyak laba ditahan untuk mengantisipasi penurunan permodalan, karena bagaimanapun banyak segmen pinjaman kepada BUMN Karya yang nilainya besar. Bahkan, pada 2024 ini akan lebih terasa, bisa jadi hanya [bank BUMN] menyetor dividen Rp15 hingga Rp20 triliun," ucapnya.
Menurut Bhima, pemerintah jangan terlalu bergantung dividen Himbara, justru BUMN non keuangan harus dikejar agar memberikan dividen yang lebih banyak ke negara.
Hal senada juga disampaikan Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin. bahwa pengaturan dividen ini diperlukan agar perbankan BUMN bisa berjalan secara berkelanjutan
“Jika pakai pendekatan presentase terhadap hasil kinerja akhir, misalnya laba, maka mungkin hanya dibatasi nilai optimalnya, karena pasti sisanya untuk cadangan dan kepastian keberlanjutan bank-banknya,” tutur Amin.
Sebagaimana diketahui, dalam waktu dekat OJK akan menerbitkan pengaturan dalam upaya memperkuat penerapan tata kelola bank umum. Salah satu aspek pengaturan tersebut adalah terkait dengan dividen bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan pengaturan terkait dividen bank akan diterapkan OJK sehubungan dengan fungsi pengawasan agar alokasi laba yang diperoleh perbankan diprioritaskan untuk memperkuat permodalan, mulai dari investasi ekspansi bisnis maupun peningkatan infrastruktur teknologi informasi (TI), hingga menghadapi risiko keamanan siber.
Dalam aturan itu, OJK memastikan tidak akan mengatur persentase besaran dividend payout ratio yang dapat diberikan oleh bank kepada pemegang sahamnya. Namun, OJK akan mengatur mengenai kewajiban bank untuk memiliki kebijakan dalam pembagian dividen dan mengkomunikasikannya pada pemegang saham.
Kebijakan dividen bank akan memuat antara lain pertimbangan bank, termasuk aspek internal dan eksternal dalam menetapkan besaran pembagian dividen, yang juga secara proporsional mempertimbangkan kepentingan perusahaan dan kepentingan para pemegang saham (investor).
"OJK sebagai otoritas pengawas bank tentunya akan melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kebijakan dividen bank dan pelaksanaannya, untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dalam penguatan bank dan terlindunginya kepentingan para pemegang saham," kata Dian dalam jawaban tertulis pada beberapa waktu lalu.
Sementara, dalam hal diperlukan seperti terdapat indikasi pemberian dividen yang tidak prudent dan/atau bisa membahayakan keberlangsungan usaha bank, OJK berwenang untuk melakukan tindakan pengawasan.
Dian juga mengatakan pengaturan mengenai dividen bank merupakan hal yang umum dilakukan.
"Sebagai contoh pada beberapa negara, batasan dividen payout ratio ditetapkan oleh regulator dengan didasarkan pada realisasi kinerja keuangan bank atau didasarkan atas kondisi ekonomi makro seperti dampak Covid-19," ujarnya.