Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) buka suara soal nasib suku bunga acuan atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) meski nilai tukar rupiah terpantau melemah pada pembukaan pagi ini di level Rp15.636 per dolar Amerika Serikat (AS).
Deputi Gubernur Senior BI Destri Damayanti mengungkapkan bahwa BI-7DRR di level 5,75 persen masih cukup dalam menjaga stabilitas saat ini.
“Kita nggak mainin suku bunga sejak Januari. Sejauh ini kita naikkan 225 bps, ini kami pandang cukup untuk menjaga stabilitas saat ini di inflasi kita tapi di satu sisi cukup untuk mendorong kredit masih bisa tumbuh,” katanya dalam Seminar Nasional dengan tema Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) di Jakarta, Senin (4/10/2023)
Destry menyampaikan bahwa bauran kebijakan atau policy mix menjadi langkah utama dalam menghadapi ketidakstabilan global tersebut yang berdampak pada rupiah.
Bank sentral juga melihat bahwa memang masih terdapat potensi risiko ke depannya, apalagi dampak dari suku bunga acuan yang tinggi baru akan terasa di negara maju pada 2024.
Adapun, BI telah menahan suku bunga acuan sejak Januari 2023 yang terjaga di level 5,75 persen. Untuk itu, BI mendorong kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Baca Juga
Destry menyampaikan bahwa KLM ini merupakan kelanjutkan dari likuiditas yang sebelumnya BI keluarkan melalui giro wajib minimum (GWM) yang pihaknya berikan sebear 2,8 persen untuk 46 sektor.
Kini, BI memberikan tambahan insentif dan penguatan dalam alokasi sektor, termasuk properti, dengan meningkatnya insentif GWM menjadi 4 persen.