Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (Paydi) atau lebih dikenal dengan sebutan unit-linked masih diminati masyarakat.
Namun, tak dapat disangkal pendapatan premi asuransi jiwa merosot 9,9% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp86,23 triliun pada semester I/2023 karena relaksasi penjualan produk Paydi sebagaimana titah Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Paydi.
Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI Fauzi Arfan mengatakan relaksasi terhadap penjualan produk Paydi berdampak pada raihan premi asuransi jiwa. Hal tersebut memicu terjadinya penurunan penjualan produk unit-linked.
Kendati demikian, AAJI melihat produk unit-linked tetap menjadi tulang punggung (backbone) di industri asuransi jiwa.
“Karena nyatanya, saat ini produk asuransi tradisional dan unit-linked pun masih seimbang. Masih sedikit lebih banyak Paydi dibandingkan dengan tradisional. Ini menunjukkan masyarakat sebenarnya masih cukup meminati produk Paydi,” kata Fauzi dalam acara Webinar Insurance Outlook 2024, dikutip pada Rabu (8/11/2023).
Menurut AAJI, baik produk unit-linked maupun tradisional memberikan manfaat yang sama kepada masyarakat. Asosiasi menilai tidak menjadi masalah apabila pasar lebih condong dan tertarik dengan produk tradisional selama masyarakat memahami produk yang dibeli. Begitu pula dengan produk unit-linked.
Baca Juga
“Artinya, dari kami melihat selama produk yang dijual oleh pelaku usaha asuransi jiwa adalah sesuatu yang diperlukan dan diminati masyarakat, itu yang perlu kita perjuangkan,” ujarnya.
Fauzi menyampaikan bahwa target utama AAJI adalah bagaimana agar industri tumbuh bisa dari salah satu atau kedua-duanya, yaitu unit-linked dan tradisional.
“Yang paling utama masyarakat yang membeli merasakan manfaat akan produk yang dibeli, baik produk unit-linked maupun tradisional,“ pungkasnya.
Adapun AAJI memproyeksi produk asuransi tradisional mengalami kenaikan, sedangkan unit-linked mengalami penurunan pada 2023. Rinciannya, produk tradisional diproyeksi menyentuh Rp87,6 triliun dan produk unit-linked mencapai Rp95,4 triliun pada 2023.