Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Jago Tbk. (ARTO) terus memastikan keamanan nasabah di tengah sejumlah prediksi bahwa akan ada tren serangan siber seperti trojan yang bakal menimpa sektor jasa keuangan, utamanya perbankan.
Head of Consumer Business Bank Jago Trio Lumbantoruan mengatakan pihaknya akan terus beradaptasi guna menyediakan sistem keamanan yang baik, dan fokus Bank Jago sendiri memang untuk memastikan transaksi yang aman dan nyaman.
"Kalau ditanya, karena berbasis digital, keamanan juga menjadi faktor paling penting. Bank jago ini [keamanannya] semua diletakkan di sistem cloud. Tapi, yang pasti kita belajar dan beradaptasi dengan hal seperti ini," ujarnya dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2024, Kamis (23/11/2023).
Berdasarkan laporan kejahatan siber dan prediksi ancaman finansial 2024 yang dirilis Kaspersky, diperkirakan akan terjadi lonjakan serangan siber.
Hal ini didorong oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan peniruan saluran komunikasi yang sah, sehingga akan mengarah pada menjamurnya kampanye berkualitas rendah.
Kaspersky juga memperkirakan para penjahat siber akan memanfaatkan popularitas sistem pembayaran langsung, yang mengakibatkan munculnya malware clipboard dan peningkatan eksploitasi trojan mobile banking.
Baca Juga
Salah satu bentuk serangan siber ini dijalankan oleh kelompok Grandoreiro yang telah berekspansi ke luar negeri, bahkan menargetkan lebih dari 900 bank di 40 negara. Tren lainnya pada 2024 adalah meningkatnya paket backdoor open source.
"Penjahat siber akan mengeksploitasi kerentanan dalam perangkat lunak sumber terbuka yang banyak digunakan, sehingga membahayakan keamanan dan berpotensi menyebabkan pelanggaran data dan kerugian finansial," tulis laporan tersebut yang dikutip Kamis, (23/11/2023)
Sebagaimana diketahui, sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang rawan terkena serangan siber.
Berdasarkan data dari Checkpoint Research 2022, sektor jasa keuangan termasuk perbankan mendapatkan 1.131 kali serangan siber setiap pekannya.
Sementara, data International Monetary Fund (IMF) pada 2020 menyebutkan total kerugian rata-rata tahunan akibat serangan siber di sektor jasa keuangan secara global mencapai sekitar US$100 miliar.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha mengatakan sektor perbankan memang menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan siber karena mempunyai nilai ekonomi yang besar.
“Perbankan selalu akan dilihat pertama, karena ini adalah industri yang berjalan berdasarkan kepercayaan dan keamanan,” tuturnya.