Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi di Indonesia saat ini masih dalam sorotan karena diterpa beberapa kasus asuransi bermasalah. Sejumlah perusahaan pun dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sepanjang 2023, setidaknya hingga awal Desember tahun ini, OJK telah mengumumkan pencabutan izin usaha sebanyak empat perusahaan asuransi.
Dari keempat asuransi ini, sebanyak 3 perusahaan terkena sanksi pencabutan izin usaha karena kondisi keuangan yang buruk. Hanya satu perusahaan yang dicabut izin usahanya karena penggabungan usaha atau merger.
Teranyar, OJK mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Purna Artanugraha atau yang sering disebut Asuransi Aspan pada 2 Desember 2023.
Berikut daftar perusahaan asuransi di Indonesia yang dicabut izin usahanya oleh OJK sepanjang 2023:
1. Asuransi Purna Artanugraha (Asuransi Aspan)
Ilustrasi Asuransi Aspan yang disanksi PKU OJK./Aspan
OJK baru saja mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Purna Artanugraha (Aspan).
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan pencabutan izin usaha Aspan dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan serta konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya.
"Serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi," ujar Ogi dalam siaran pers yang dirilis OJK pada Sabtu (2/12/2023).
Adapun, pencabutan izin usaha tersebut dilakukan karena Asuransi Aspan tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas (risk based capital), ekuitas, dan rasio kecukupan investasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal tersebut disebabkan karena PT Aspan tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali atau mengundang investor.
Sebagai informasi, sebelum keputusan cabut izin usaha, OJK telah mengenakan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU) karena PT Aspan tidak mampu memenuhi ketentuan minimum rasio pencapaian solvabilitas, ekuitas dan rasio kecukupan investasi.
OJK menyebut telah memberikan waktu yang cukup bagi perseroan untuk menyampaikan rencana tindak dan atau rencana perbaikan permodalan. OJK juga telah melakukan pengawasan terhadap pengelolaan PT Aspan, yang kemudian menemukan adanya indikasi ketidakberesan beberapa aspek pengelolaan yang akan didalami lebih lanjut.
"OJK juga telah memenuhi permintaan beberapa pemegang polis untuk memfasilitasi pertemuan dengan PT Aspan terkait penyelesaian kewajiban kepada pemegang polis."
Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh OJK tersebut, termasuk pencabutan izin usaha PT Aspan dilakukan dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis dan masyarakat.
Dengan dicabutnya izin usaha tersebut, PT Aspan wajib menghentikan kegiatan usahanya dan dalam jangka waktu paling lama 30 hari wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk pembubaran badan hukum dan pembentukan Tim Likuidasi.
2. Asuransi Prolife Indonesia
Logo Asuransi Prolife Indonesia/indosuryalife.co.id
OJK mencabut izin usaha Asuransi Prolife Indonesia, yang sebelumnya bernama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses atau Indosurya Life pada 2 November 2023.
Dalam keterangan resminya, OJK menyampaikan pencabutan izin usaha Prolife sebagai bagian tindak pengawasan OJK karena dalam batas waktu status pengawasan khusus, Prolife dinilai tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.
“Pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya, serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono pada Jumat (3/11/2023).
Sebelum keputusan cabut izin usaha, Ogi menuturkan OJK telah mengenakan Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (SPKU) karena Prolife tidak mampu memenuhi ketentuan minimum rasio pencapaian solvabilitas, ekuitas, dan rasio kecukupan investasi.
Selain itu, OJK juga telah memberikan waktu yang cukup bagi Prolife untuk menyelesaikan SPKU dengan mewajibkan perusahaan menyusun Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang mampu menyelesaikan permasalahan.
“Namun demikian, RPK dengan skema Policy Holder Buy Out [PBO] yang direncanakan gagal terlaksana karena tidak mendapatkan dukungan dari seluruh pemegang polis dan tidak terealisasinya penambahan modal dari pemegang saham atau investor baru,” jelasnya.
Lebih lanjut, OJK juga telah memberikan kesempatan kembali kepada Prolife untuk menyampaikan perbaikan RPK. Namun, Prolife tidak mampu menyampaikan RPK yang dapat mengatasi permasalahan fundamental perusahaan.
Selain itu, OJK juga telah menetapkan Perintah Tertulis yang memerintahkan pemegang saham pengendali (PSP) Prolife, yakni Henry Surya untuk segera melakukan penggantian kerugian terhadap perusahaan.