Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri pengolahan dan real estat masih menjadi sektor yang memiliki rasio kredit macet atau non-performing financing (NPF) tertinggi di industri perusahaan pembiayaan (multifinance) atau leasing pada kuartal III/2023.
Berdasarkan Laporan Triwulan III/2023 yang dipublikasikan OJK, dikutip Minggu (24/12/2023), rasio NPF industri pengolahan dan real estat masing-masing berada di level 7,42% dan 5,75% pada sembilan bulan pertama 2023.
Rasio kredit macet yang dimiliki industri pengolahan dan real estat terpantau berada di atas rata-rata NPF secara agregat yang hanya di angka 2,59%.
Jika ditelusuri, baik NPF industri pengolahan maupun real estat mengalami tren yang berangsur membaik jika dibandingkan posisi kuartal I/2023 dan II/2023.
Pada kuartal I/2023, misalnya, NPF industri pengolahan dan real estat masing-masing sebesar 7,47% dan 6,98%. Sementara, pada kuartal II tahun ini, rasio kredit macet industri pengolahan dan real estat melonjak masing-masing di level 7,61% dan 7,87%.
Di sisi lain, rasio NPF terendah di industri multifinance adalah kegiatan badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya sebesar 0,00%. Sementara itu, NPF sektor jasa keuangan dan asuransi di industri pembiayaan sebesar 0,74%.
Baca Juga
Pada periode yang sama, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencatat NPF sebesar 0,91%. Sektor pertambangan dan penggalian juga menjadi NPF terendah, yaitu di level 1,00% pada kuartal III/2023.
Dari sisi kinerja, OJK mencatat industri perusahaan pembiayaan dalam melakukan penyaluran piutang pembiayaan neto meningkat sebesar Rp14,19 triliun atau 3,19% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Rinciannya, komposisi piutang pembiayaan neto didominasi oleh pembiayaan multiguna dan pembiayaan investasi dengan proporsi masing-masing sebesar 51,57% dan 33,66%.
Sementara itu, jika ditinjau dari proporsi pembiayaan yang disalurkan berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor perdagangan besar dan eceran memiliki proporsi terbesar, yaitu 23,08% atau Rp111,96 triliun.