Bisnis.com, JAKARTA - Survei dari Bank Indonesia (BI) mengindikasikan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) di bank pada awal tahun ini masih lesu. Namun, survei BI memperkirakan tren penguatan penghimpunan dana nasabah di bank sepanjang 2024.
Dalam laporan Survei Perbankan yang dirilis BI, penghimpunan DPK pada kuartal I/2024 diprakirakan melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan tersebut terindikasi dari saldo bersih tertimbang (SBT) pertumbuhan DPK sebesar 16,1%, lebih rendah dibandingkan 93,7% pada kuartal sebelumnya.
"Hal ini sesuai dengan pola historisnya," tulis BI dalam laporannya pada Selasa (23/1/2024).
Adapun, perlambatan pertumbuhan DPK diprakirakan terjadi pada seluruh kenis kategori instrumen, yakni giro, tabungan, dan deposito dengan SBT masing-masing sebesar 16,4%, 58,4%, dan 6,3%.
Meski begitu, BI memproyeksikan pertumbuhan DPK yang tinggi sampai dengan akhir 2024. Hal ini tecermin dari SBT prakiraan penghimpunan DPK 2024 yang tercatat positif sebesar 99,8%, lebih tinggi dibandingkan SBT 93,7% pada tahun sebelumnya.
Baca Juga
BI sendiri telah melaporkan raupan DPK perbankan per akhir 2023 atau Desember 2023 sebesar Rp8.234,2 triliun. Mengacu laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis BI, nilai DPK pada Desember 2023 itu tumbuh sebesar 3,8% secara tahunan (year on year/yoy). Pada bulan sebelumnya atau November 2023, pertumbuhan DPK juga berada di level 3,8%.
Meski begitu, sepanjang tahun berjalan pertumbuhan DPK telah mengalami perlambatan, di mana pada Januari 2023, DPK masih bisa tumbuh di level 8,5%.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan memang pertumbuhan DPK agak lambat pada 2023 karena adanya akses simpanan pada 2020, 2021, hingga 2022 yang naik tajam. "Ini karena masyarakat enggak konsumsi, sekarang ketika pandemi usai, baru konsumsi," katanya.
Meski begitu, menurutnya kondisi likuiditas saat ini masih ample. Tercatat, rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) pada Desember 2023 terjaga tinggi di level 28,73%.
Likuiditas perbankan yang tetap memadai tersebut didukung oleh kebijakan makroprudensial akomodatif, di antaranya lewat implementasi kebijakan insentif likuditas makroprudensial (KLM).
Likuiditas yang memadai juga didukung oleh keberadaan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang diperdagangkan di pasar sekunder sehingga meningkatkan fleksibilitas perbankan dalam mengelola likuiditas.