Bisnis.com, JAKARTA -- PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (Generali Indonesia) mencatat klaim penyakit kritis terus melonjak. Berdasarkan tren klaim Generali Indonesia, penyakit kritis dengan kasus terbanyak adalah kanker payudara, gagal ginjal kronis, sumbatan pembuluh darah jantung, serangan jantung, hingga stroke.
Edy Tuhirman, CEO Generali Indonesia menuturkan pihaknya mencatat klaim penyakit kritis pada 2023 mengalami peningkatan sebesar 32.35% dari sisi jumlah kasus. "[Melonjak] sebesar 34,16% dari sisi nominal klaim," kata Edy dalam keterangan tertulisnya dikutip Minggu, (4/2/2024).
Menurutnya, penyakit kritis membutuhkan perawatan intensif dan jangka panjang serta biaya yang tidak sedikit. Studi biaya kanker di wilayah Asia Tenggara misalnya, terdapat insiden keuangan bagi pasien kanker setelah 12 bulan dimana pengeluaran perawatan kesehatan sudah melebihi 30% dari pendapatan rumah tangga.
"Untuk itu, asuransi terhadap penyakit kritis merupakan faktor penting yang harus diperhatikan," katanya menambahkan.
Edy menyebutkan dalam memilih produk asurani penyakit nasabah harus memperhatikan syarat dan ketentuan sehingga memahami produk yang dibeli untuk mengelola risiko pada saat terburuk.
Menurutnya kebanyakan produk asuransi yang beredar di pasaran berfokus pada jumlah penyakit kritis tertentu. Padahal fakta di masyarakat jumlah penyakit kritis terus berubah, bertambah seiring dengan waktu.
Baca Juga
"Saat ini pertanyaannya adalah apakah produk asuransi penyakit kritis yang kita miliki saat ini masih relevan? Bagaimana jika sewaktu-waktu kita terdiagnosis penyakit kritis, tetapi tidak dapat melakukan klaim? Alasannya, karena kategori penyakit tersebut tidak termasuk dalam daftar penyakit yang tercantum dalam polis," imbuhnya.
Untuk itu, dia mendorong masyarakat membeli produk asuransi penyakit kritis yang selaras dengan perkembangan penyakit dan dunia medis, sehingga sesuai dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Juga dapat membeli produk asuransi penyakit kritis berdasarkan yang lebih fokus kepada intinya, misalnya proteksi terhadap sistem organ.
"Sehingga dapat memberikan perlindungan yang lebih luas atas semua risiko penyakit kritis dari organ tubuh kita, tanpa mengacu pada daftar penyakit tertentu. Tentunya, semakin luas dan lengkap proteksi penyakit kritis, akan semakin memberikan ketenangan, sehingga saat harus menghadapi penyakit tersebut bisa fokus pada penyembuhan, tanpa perlu khawatir terkait biaya," jelasnya.
Sementara itu angka kejadian penyakit kritis di Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan data WHO terdapat 10 penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia ditempati oleh deretan penyakit kritis yakni stroke, jantung, diabetes, tuberculosis (TBC), sirosis hati, paru-paru kronis, diare, hipertensi, infeksi saluran pernapasan, dan neonatal.
Bahkan menurut data terbaru yang dikeluarkan oleh BPJS tahun ini, delapan penyakit yang paling menghabiskan biaya hingga puluhan triliun juga mencakup penyakit kritis yang sama yakni jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, hemofilia, thalassemia, leukemia, dan sirosis hati.
Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa penyakit kritis yang termasuk dalam kategori penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi tantangan di Indonesia yang angkanya terus meningkat sejak tahun 2010. Pola asuh, pola gerak dan pola makan seperti tinggi kalori, rendah serat, tinggi garam, tinggi gula dan tinggi lemak yang diikuti gaya hidup sedentary, memilih makanan junk food/siap saji, ditambah dengan kurangnya aktivitas fisik, stress dan kurangnya istirahat menjadi penyebab seseorang bisa terjangkit penyakit ini.
Di tengah tantangan penyakit kritis yang dihadapi, dunia juga seakan masih terus dikejutkan dengan beberapa penyakit baru yang muncul dan menarik perhatian banyak orang. Penyakit ini disebut emerging infectious disease (EIDs) yang menjadi kekhawatiran dalam kesehatan masyarakat serta berpotensi menyebabkan kematian pada manusia dalam jumlah besar. Secara global, Badan Kesehatan Dunia/ World Health Organization (WHO) mengkategorikan permasalahan kesehatan mencapai 68.000 jenis. Sebanyak 6.172 jenis merupakan penyakit langka.