Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bunga The Fed Diramal Baru Turun Semester II, BI Ingatkan Ketidakpastian Masih Tinggi

Suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan baru turun pada semester II/2024.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Rabu (21/2/2024).

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global saat ini masih cenderung tinggi.

Perry mengatakan kondisi ini terutama dipengaruhi oleh suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed Funds Rate (FFR), yang diperkirakan baru turun pada semester II/2024. 

Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, imbuhnya, tecermin pada tingkat imbal hasil US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar. 

“Perkembangan ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market,” katanya dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur, Rabu (20/3/2024).

Perry menjelaskan, suku bunga yang akan tetap ditahan seiring dengan laju inflasi di AS yang masih berada di atas target.

Hal ini juga sejalan dengan laju penurunan inflasi global yang tertahan, yang dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas akibat naiknya biaya angkut karena ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan akibat faktor cuaca.

Di sisi lain, Perry menyampaikan bahwa momentum pemulihan ekonomi global berlanjut meski ketidakpastian global masih tinggi.

BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diperkirakan mencapai 3,0%. Pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan tetap kuat, ditopang oleh permintaan domestik. 

Perekonomian India juga tercatat tumbuh lebih baik dari perkiraan didukung oleh investasi pemerintah dan swasta. 

Sementara itu, prospek ekonomi China kata Perry tetap belum kuat, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya didorong peningkatan stimulus fiskal.

Namun demikian, Perry mengatakan bahwa penguatan respons kebijakan masih diperlukan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper