Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai aturan terkait underlying sukuk termasuk penjaminan sukuk wajib menggunakan asuransi syariah dapat meningkatkan penetrasi asuransi syariah di Indonesia.
Underlying adalah aset dengan nilai ekonomis yang menjadi dasar penerbitan sebuah instrumen keuangan. Dalam hal surat utang negara berbasis syariah, maka pemerintah juga diharuskan menyertakan underlying untuk menerbitkannya seperti pembangunan jalan, jembatan, hingga sarana kereta api.
Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengatakan sudah seharusnya sukuk yang tergabung dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dapat dijamin asuransi syariah.
Apalagi menurutnya sejauh ini masih dominan dihandle oleh asuransi konvensional terutama penjaminannya seperti suretyship. Selain itu, Wahyudin bilang, porsi asuransi syariah terhadap underlying sukuk seperti aset atau barang milik negara masih sedikit.
“Jika ini benar, maka tentunya, ini akan meningkatkan penetrasi yang masih dibawah 1% dan pangsa pasar yang masih dibawah 6%,” kata Wahyudin kepada Bisnis, Selasa (26/3/2024).
Namun demikian, Wahyudin mengatakan apabila ada aturan seperti demikian bukan tanpa kendala. Salah satu kendalanya ada pada dukungan dan komitmen pemerintah termasuk persiapan regulasinya.
Baca Juga
“Selain itu, dari sisi pelaku harus mempersiapkan izin produk dan kapasitasnya,” tutur Wahyudin.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Rudy Kamdani mengungkap pentingnya dukungan regulator terhadap perkembangan asuransi syariah di Indonesia. Rudy menjelaskan bentuk dukungan tersebut salah satunya adalah dengan penerbitan aturan yang mewajibkan penjaminan atau underlying asset sukuk menggunakan asuransi syariah.
Dengan aturan semacam ini, maka dapat meningkatkan perkembangan asuransi syariah tanpa berebut kue dengan asuransi konvensional.
“Jadi kalau bisa wajib menguatkan syariah,” kata Rudy ditemui usai peluncuran produk Asuransi Perlindungan Amanah Syariah oleh Axa Mandiri di Jakarta, Selasa (19/3/2024)..
Tak hanya itu, Rudy juga menyinggung terkait dengan maraknya bank syariah di Indonesia. Menurutnya hal tersebut juga bagus untuk mendorong industri asuransi syariah. Pasalnya kanal distribusi untuk mengakses keuangan syariah akan lebih banyak termasuk asuransi syariah.
“Lebih bagus ya, karena bisa mengakses [keuangan] syariah, inklusinya lebih bagus,” katanya.
Lebih lanjut, literasi masyarakat terkait dengan asuransi syariah juga perlu ditingkatkan. Rudy mengatakan bahwa konsep asuransi syariah dan konvensional sangat jauh berbeda. Salah satu perbedaan yakni, apabila konvensional, tidak ada klaim dan preminya akan menjadi keuntungan perusahaan.
Sementara asuransi syariah, premi yang masuk menjadi dana tabarru. Di mana, premi tidak menjadi keuntungan perusahaan dan perusahaan asuransi syariah hanya bertindak sebagai operator.
“Misalnya dari 100 premi yang untuk kesehatan berapa masuk dana tabarru. Dana tabarru ini dikumpulkan dari kontribusi-kontribusi para peserta asuransi syariah. Kalau ada klaim yang diambil adalah dari dana tabarru ini. Kalau enggak ada klaim lagi, bisa dibagikan lagi ke pesertanya, surplus underwriting,” papar Rudy.