Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat mendorong pengambilan pembelajaran dari pencabutan izin platform fintech peer to peer (P2P) lending PT Tanifund Madani Indonesia (TaniFund) beberapa waktu lalu. Platform yang sempat mendapat beragam penghargaan itu akhirnya bermasalah, alami gagal bayar hingga dijatuhi sanksi.
Penjatuhan sanksi ke TaniFund seiring memburuknya kinerja yang tercermin dari tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) mencapai 63,93%. Alhasil, tingkat keberhasilan membayar 90 hari (TKB90) TaniFund hanya mencapai 36,07%. Tingkat TWP90 platform sudah berada di atas ambang batas yang ditetapkan OJK yakni 5%.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan sangat berpotensi ada platform fintech P2P lending yang izin usahanya dicabut ketika status operasionalnya sudah darurat seperti TaniFund.
“Ditutupnya operasional fintech P2P lending bermasalah juga dilakukan untuk melindungi kepentingan lender dan borrower sehingga tidak ada lagi kejadian serupa,” kata Huda saat dihubungi Bisnis, Minggu (12/5/2024).
Huda mengatakan TaniFund kini harus menyelesaikan tuntutan lender meskipun izinnya dicabut oleh OJK. Untuk mengantisipasi kejadian serupa, dia menyebut bahwa perlu penguatan di dua sisi yakni lender maupun borrower.
Dari sisi lender, kewajiban asuransi dapat lebih diperketat dan apabila perlu OJK perlu menginisiasi lembaga penjamin investasi pada P2P lending, terlebih investasi untuk sektor yang masih tinggi, pertanian.
Baca Juga
“Seperti LPS-nya bank ataupun asuransi,” kata Huda.
Kedua, rasionalkan bunga manfaat bagi lender sehingga bisa mengukur risiko dengan tepat. Sementara dari sisi borrower, Huda melihat penggunaan data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) perlu sekali.
“Kabarnya pertengahan tahun ini sudah bisa menggunakan data SLIK untuk credit scoring P2P lending. Terlebih untuk menghindari bad debtors dari perbankan yang saya rasa banyak juga yang meminjam P2P lending,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, OJK mengumumkan pencabutan izin usaha TaniFund pada 8 Mei 2024. Pencabutan izin tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 tertanggal 3 Mei 2024.
“Pencabutan ini dilakukan karena TaniFund telah dikenakan penegakan kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Aman Santosa dalam keterangan resminya dikutip Rabu (8/5/2024).
Sebelum akhirnya menetapkan pencabutan izin, Aman menjelaskan regulator terlebih dahulu melakukan langkah-langkah pengawasan (supervisory actions) dan memberikan sanksi administratif secara bertahap sampai dengan Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU). OJK juga telah melakukan komunikasi dengan pengurus dan pemegang saham secara intens untuk memastikan komitmen penyelesaian permasalahan TaniFund. Namun demikian, lanjut Aman, sampai dengan batas waktu yang ditentukan, pengurus dan pemegang saham tidak dapat menyelesaikan permasalahan.
“Sehingga TaniFund dikenakan sanksi pencabutan izin usaha,” katanya.
Lebih lanjut, OJK juga telah melimpahkan kasus pidana terkait TaniFund kepada aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Dengan telah dicabutnya izin usaha dimaksud, kata Aman, TaniFund harus menghentikan kegiatan usaha pada industri LPBBTI.
Selanjutnya pemegang saham, pengurus, dan/atau pegawai TaniFund dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, menggunakan kekayaan, dan/atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset TaniFund.
“Selanjutnya, dalam upaya memberikan kepastian hukum untuk melindungi Pengguna dan pihak terkait lainnya, TaniFund wajib melakukan likuidasi dan menyediakan pusat informasi dan layanan pengaduan masyarakat/pengguna,” tandas Aman.