Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengungkap iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam penerapan Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan segera ditetapkan.
Meskipun penetapan manfaat, tarif, dan iuran dapat ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025, Ketua DJSN Agus Suprapto mengungkap bahwa apabila ditetapkan lebih cepat maka akan lebih baik.
Pasalnya hal tersebut mempermudah pihak Rumah Sakit (RS) hingga stakeholder terkait untuk menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang baru.
“Harapannya nanti ada penetapan tarif dan iuran ini bisa dilaksanakan segera. Walaupun tanggalnya 1 Juli 2025, akan lebih cepat, akan lebih baik. Karena ini menyangkut teman-teman yang ada di RS dan stakeholder lain untuk menyesuaikan dengan peraturan-peraturan ini,” kata Agus dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI dan Menteri Kesehatan, Kamis (6/6/2024).
Agus menambahkan untuk kepentingan tersebut, pihakny bersama dengan BPJS Kesehatan, Dewan Pengawas (Dewas), hingga Kementerian Kesehatan untuk membentuk kelompok kerja (Pokja). Pembentukan Pokja tersebut untuk mempercepat penempatan manfaat, tarif, hingga iuran KRIS yang mana akan diterpakan paling lambat pada Juni 2025.
“Kami sudah ada empat kali pertemuan, dan sepakat membuat Pokja antara kami yakni BPJS, DJSN, Dewas dan Kemenkes serta beberapa stakeholder bersangkutan untuk membuat Pokja bagaimana penerapan KIRS ini terlaksana benar,” kata Agus.
Baca Juga
Dalam kesempatan tersebut, Agus juga menjelaskan beberapa penahapan implementasi KRIS. Pertama penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 terkait KRIS. Setelah ini, Agus menyebut bahwa tahapan yang harus segera dilaksanakan adalah penerbitan peraturan menteri kesehatan (Permenkes) terkait KRIS untuk mengatur lebih lanjut mengenai bentuk kriteris hingga penerapan KRIS.
Kemudian tahapan lainnya yang akan dilakukan sampai dengan Juni 2025 yakni pembinaan dan evaluasi fasilitas kesehatan (faskes), pembinaan faskes oleh menteri kesehatan. Serta evaluasi faskes yang dilakukan oleh Menkes, berkoordinasi dengan DJSN, menteri keuangan (Menkeu), dan BPJS Kesehatan.