Bisnis.com, JAKARTA -- Jumlah bank bangkrut yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun ini kian bertambah menjadi 13 bank, seluruhnya merupakan bank perekonomian rakyat (BPR). Di tengah gelombang bank bangkrut, OJK pun menyiapkan strategi.
Bank bangkrut baru berasal dari Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat yakni PT BPR Lubuk Raya Mandiri. Bank tersebut kemudian dicabut izin usahanya oleh OJK mengacu Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-56/D.03/2024 tanggal 23 Juli 2024.
"Pencabutan izin usaha PT BPR Lubuk Raya Mandiri merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen," kata Kepala OJK Sumbar Roni Nazra pada Selasa (23/7/2024).
Setelah pencabutan izin usaha oleh OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menjalankan fungsi penjaminan simpanan dan melakukan proses likuidasi.
Adapun, seiring dengan bangkrutnya BPR Lubuk Raya Mandiri, jumlah bank bangkrut di Indonesia pada tahun ini kian banyak. Sepanjang 2024 berjalan, telah terdapat 13 bank bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh OJK. Kesemua bank bangkrut merupakan BPR.
Jumlah bank bangkrut pada tahun ini telah mengalami peningkatan pesat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Pada 2023, hanya terdapat empat bank bangkrut di Indonesia.
Sementara, rata-rata tiap tahunnya terdapat tujuh sampai delapan bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 135 bank bangkrut di Tanah Air. Hampir semua bank yang bangkrut merupakan BPR.
Strategi OJK
Atas lonjakan jumlah bank bangkrut di mana kesemuanya merupakan BPR, OJK pun menyiapkan ancang-ancang. Dari sisi regulasi, OJK telah menerbitkan dua aturan yakni Peraturan OJK (POJK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang BPR dan BPR Syariah serta POJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPR Syariah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan POJK Nomor 7 Tahun 2024 diterbitkan untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah. Hal ini dimaksudkan agar sesuai amanat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Nantinya, Dian menyebut aturan tersebut mendorong BPR dan BPR Syariah agar dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang adaptif sehingga mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha UMKM di wilayahnya.
Adapun, POJK Nomor 9 Tahun 2024 mengatur mengenai kewajiban bagi BPR dan BPRS untuk menerapkan tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan kegiatan usaha di seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Terdapat pula ketentuan bahwa BPR dan BPRS mesti menerapkan strategi anti fraud secara efektif. Cakupan dari strategi anti fraud yakni pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan, dan sanksi, serta pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut dengan berpedoman pada POJK mengenai penerapan strategi anti fraud yang berlaku bagi BPR dan BPRS.
Dian mengatakan aturan tersebut diterbitkan berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan OJK, kegagalan dalam penerapan tata kelola yang baik pada BPR dan BPRS seringkali menjadi salah satu penyebab utama kebangkrutan.
POJK itu juga terbit untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPRS. “Ketentuan ini penting dalam rangka menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang semakin kompleks," kata Dian dalam keterangan tertulis pada beberapa waktu lalu (16/7/2024).
Gara-gara Fraud
Dian mengungkapkan bahwa bank yang bangkrut itu karena rata-rata mengalami masalah fraud.
"Maka mesti dibereskan. Agar punya BPR kuat dan sehat. Masyarakat terlindungi, tak ada duit diambil karena fraud," ujar Dian dalam sesi wawancara khusus dengan Bisnis pada akhir tahun lalu (22/12/2023).
Terpisah, Dian menjelaskan OJK kemudian mencabut izin usaha deretan bank itu karena sudah tidak bisa lagi diselamatkan. Dalam pengawasannya, sebelum menyerahkan bank bermasalah ke LPS, OJK telah melakukan sederet kewenangannya.
"Intinya kami sudah melakukan kewenangan. Kami meminta penambahan modal, meminta tidak jalankan transaksi sesuatu. Itu sudah dijalankan maksimal," tuturnya.
Adapun, mengacu UU PPSK, upaya penyehatan yang dijalankan OJK itu tidak bisa lebih dari setahun. Apabila upaya penyehatan dalam waktu setahun tidak berhasil, harus diserahkan ke LPS.
Selain itu, penindakan pencabutan izin usaha bank bangkrut merupakan upaya bersih-bersih dari OJK. Sebab, harapan OJK mengacu UU PPSK, BPR perannya bisa lebih kuat.
"Dari waktu ke waktu, BPR akan mendekati bank umum. Governance harus menguat. Dalam waktu bersamaan, diberikan perlindungan ke masyarakat agar BPR beroperasi betul, BPR harus benar-benar sehat," ujar Dian.
Sebelumnya, Dian pun mengatakan bahwa sepanjang tahun ini akan ada 20 bank bangkrut di Indonesia. "Kemungkinan [tahun ini] sampai 20 BPR, tapi kan itu sudah tutup, tinggal likuidasinya saja," ujarnya saat ditemui awak media di Hotel Kempinski Jakarta pada Maret lalu (22/3/2024).
OJK juga berharap agar BPR menjalankan konsolidasi. Tujuan dari konsolidasi itu adalah agar BPR semakin sedikit dan efisien sehingga BPR yang beroperasi hanya BPR-BPR yang berkualitas. Dari 1.600 penyelenggara BPR saat ini, kemudian akan dikurangi menjadi hanya sekitar 1.000 untuk melayani nasabah di seluruh Indonesia.
"Kami upayakan dengan konsolidasi. Di satu lokasi itu persaingannya akan sehat. Ada indikator-indikator yang kita pakai supaya [BPR] cukup segini saja jumlahnya," ujar Dian.
Selain itu, OJK juga mengarahkan BPR agar menjadi community bank.
"Jadi pelayanan nasabah lebih personal," ujarnya.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah mengatakan maraknya BPR yang bangkrut terjadi karena adanya mismanagement (fraud).
"Kami turut prihatin atas hal tersebut, akibatnya ada BPR yang dilikuidasi oleh regulator. Semua pelaku industri saya yakin tidak pernah mengharapkan atau menginginkan bisnisnya di tutup karena ada tindakan yang merugikan bank," ujarnya kepada Bisnis.
Menurutnya, asosiasi telah berupaya agar industri BPR mengimplementasikan tata kelola dan manajemen sesuai ketentuan serta regulasi. Bahkan BPR setiap tahun diaudit oleh regulator maupun pihak eksternal.
"Dalam setiap forum pun, kami selalu mengajak para pelaku Industri untuk terus meningkatkan tata kelola dan manajemen risikonya, karena bisnis ini merupakan bisnis kepercayaan yang mengelola dana masyarakat dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi," ujarnya.
Selain itu, asosiasi terus berupaya mengawal dan memastikan bahwa implementasi tata kelola didukung adanya penguatan kompetensi bagi seluruh pengurus BPR, baik dewan komisaris maupun direksi, serta seluruh pejabat eksekutif dan karyawan dengan sertifikasi kompetensi.