Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Nasib Kartu Debit vs Kredit saat QRIS dan Paylater Melesat

Transaksi kartu ATM/debit mengalami perkembangan yang berbeda dibandingkan dengan kartu kredit pada Agustus 2024.
Ilustrasi nasabah menggunakan kartu debit di mesin ATM/Freepik
Ilustrasi nasabah menggunakan kartu debit di mesin ATM/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan transaksi pembayaran terkini. Per Agustus 2024, transaksi kartu ATM/debit mengalami perkembangan yang berbeda dibandingkan dengan kartu kredit.

Transaksi dan jumlah kartu kredit yang beredar tercatat masih tumbuh di tengah gempuran paylater. Nilai transaksi kartu kredit mencapai Rp37,19 triliun per Juli 2024. Nilai transaksi tersebut naik 2,94% secara tahunan (year on year/YoY) dari sebelumnya Rp36,13 triliun.

Kenaikan tidak hanya tidak terjadi nilai transaksi, melainkan juga pada volume transaksi kartu kredit yang ikut tumbuh 15,35% secara tahunan. Volume tersebut naik menjadi 39,83 juta transaksi, dari yang sebelumnya 34,53 juta transaksi.

Selanjutnya, jumlah kartu kredit yang beredar pun tak kalah menanjak, yakni mencapai 18,16 juta unit pada Juli 2024 naik 2,66% (YoY) dibandingkan Juli 2023 yang sebanyak 17,69 juta unit. Hal ini seakan membuktikan bahwa bisnis kartu kredit masih terus bertumbuh di tengah gempuran ragam produk keuangan inovatif paylater.

Sementara, BI mencatat penurunan signifikan dalam transaksi melalui kartu ATM pada Agustus 2024, sementara transaksi digital banking, termasuk penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS), mengalami lonjakan pesat.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, transaksi digital banking tercatat mencapai 1.871,19 juta transaksi, tumbuh 31,11% secara tahunan, sementara transaksi uang elektronik (UE) meningkat 21,53% yoy dengan total 1.246,58 juta transaksi.

Transaksi melalui QRIS juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifikan, mencapai 217,33% yoy, dengan jumlah pengguna mencapai 52,55 juta dan jumlah merchant sebanyak 33,77 juta.

"Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Agustus 2024 tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal," kata Perry dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada Rabu (19/9/2024).

Di sisi lain, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM atau debit mengalami penurunan 6,82% yoy menjadi 591,92 juta transaksi pada periode yang sama.

Bank Masih Rilis Produk Kartu Kredit untuk Anak Muda

Sejumlah bank masih gencar merilis beragam produk kartu kredit. Misalnya saja, PT Bank DBS Indonesia yang merilis Kartu Kredit digibank Z Visa Platinum yang terbuat dari bahan yang didaur ulang. DBS Indonesia pun menargetkan 50.000 kartu bisa terbit hingga akhir 2024.

Consumer Banking Director DBS Indonesia Melfrida Gultom menyampaikan peluncuran ini juga menjadi upaya menjaga daya saing DBS Indonesia di pasar di tengah layanan paylater yang makin populer.

Dia juga menyebut milenial dan Gen Z yang berumur 25—30 tahun ini berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan kredit. Pasalnya, segmen ini berada dalam kelompok usia produktif dan sering kali aktif dalam transaksi digital dan konsumsi produk keuangan seperti kartu kredit.

"Untuk Z Card ini 2024 ini kami targetkan 50.000 [kartu]. Adapun, dengan target yang cukup ambisius ini, saya rasa jelas kita menyikapi penurunan tingkat suku bunga dengan positif lewat pilihan produk," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (20/9/2024).

Tak hanya DBS Indonesia, PT Bank UOB Indonesia bersama PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) juga misalnya, yang meluncurkan produk kartu kredit co-branded anyar yakni UOB Telkomsel.

Consumer Banking Director UOB Indonesia Cristina Teh Tan menjelaskan bahwa kerja sama dengan penyedia layanan telekomunikasi pelat merah tersebut dijalin atas kebutuhan gaya hidup digital nasabah, tak terkecuali segmen Gen Z.

Menurutnya, gaya hidup digital Tanah Air telah berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir, misalnya dalam hal penetrasi internet dan opsi berbelanja secara daring melalui lokapasar alias e-commerce.

Cristina memaparkan, pengguna internet dalam negeri saat ini telah mencapai 185,3 juta orang, yang mana 11,7% segmen Gen Y dan Gen Z tercatat memiliki pengeluaran rutin untuk hiburan dan rekreasi. Sementara itu, pihaknya juga mencatat bahwa 59,3% pengguna internet melakukan pembelian secara online tiap minggunya.

Pada saat yang sama, Cards & Payment Head UOB Indonesia Herman Soesetyo menyebut bahwa geliat bisnis paylater itu tak serta-merta berujung pada masalah kompetisi dengan produk konvensional perbankan, dalam hal ini kartu kredit. Pasalnya, dia menilai ada kesempatan yang bisa dieksplorasi dari situasi tersebut.

"Jadi, kita lihat ke depannya pasti ada jalan paylater bisa berkolaborasi dengan kartu kredit," katanya.

Dia menjelaskan, secara prinsip, banyak fitur dari BNPL yang telah ada dalam installment kartu kredit sejak waktu yang lama. Hal ini menandakan bahwasanya terdapat banyak kerja sama yang bisa dicapai antara kedua produk tersebut, mengingat hal serupa juga telah berjalan di industri keuangan.

Alasan Transaksi Kartu Debit Terus Susut

Terkait dengan ransaksi ATM/debit, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga Noviady Wahyudi menyatakan bahwa pandemi Covid-19 turut mempercepat digitalisasi di sektor perbankan. "Covid-19 memaksa kita untuk melakukan digitalisasi," ujarnya.

Noviady juga menyebut kebijakan BI terkait QRIS untuk transaksi berukuran kecil (small ticket size) mengurangi kebutuhan akan uang tunai, yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan penggunaan ATM.

"Di negara maju, penggunaan uang tunai semakin berkurang, sehingga ATM hanya digunakan untuk kebutuhan darurat," tambahnya.

Ekonom Senior Poltak Hotradero menjelaskan bahwa keberadaan ATM sering kali menjadi beban bagi perbankan, karena biaya pemeliharaan dan asuransi yang tinggi, yang berujung pada peningkatan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO).

"Penurunan jumlah ATM ini sudah menjadi tren global. Di China saja, ATM menurun hingga 150.000–200.000 unit per tahun. Ke depan, pembayaran digital akan semakin diminati," ujar Poltak.

Dia juga menambahkan bahwa dengan peralihan pembayaran ke digital, penggunaan uang tunai akan semakin berkurang, didukung oleh kebijakan bank sentral dunia yang menyadari bahwa penanganan uang tunai (cash handling) cukup mahal. Dengan meningkatnya penggunaan QRIS, peran ATM dinilai semakin tidak relevan.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper