Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkap saat ini industri P2P lending alias pinjaman online (pinjol sedang memerangi kampanye negatif ajakan untuk menormalisasi gagal bayar alias galbay yang marak beredar di media sosial.
Wakil Ketua Bidang External Affairs and Advocacy AFPI Angel Brigitta mengatakan fenomena tersebut tidak hanya menciptakan persepsi yang salah mengenai kewajiban pembayaran, tetapi juga memberikan contoh yang buruk kepada masyarakat, khususnya di kalangan peminjam baru yang mungkin belum memahami sepenuhnya pentingnya tanggung jawab finansial.
"Ajakan-ajakan semacam ini sering kali mendorong masyarakat untuk mengemplang atau menghindari pembayaran kewajiban pinjaman mereka, seolah-olah hal ini adalah sesuatu yang normal atau dapat dimaklumi," kata Angel kepada Bisnis, akhir pekan lalu (8/11/2024).
Angel mengatakan kampanye negatif tersebut cukup menantang bagi industri P2P lending di Indonesia. Menurutnya, tindakan tersebut sangat merugikan dan bertentangan dengan prinsip tanggung jawab keuangan yang diusung oleh AFPI dan seluruh pelaku industri P2P lending.
Adapun hingga September 2024, kredit macet atau TWP90 secara keseluruhan indutri P2P lending masih di bawah batas ketentuan regulator di bawah 5%, yakni terjaga di 2,38%. Bahkan TWP90 pada periode tersebut membaik dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya di angka 2,82%.
Meski demikian, secara jumlah perusahaan terdapat puluhan yang berstatus di atas ketentuan kradet macet. Dari total 97 penyelenggara P2P lending yang terdaftar di OJK, terdapat 22 penyelenggara yang memiliki kredit macet atau TWP90 di atas 5%. Jumlah tersebut cukup signifikan, setara 22,68% dari total seluruh penyelenggara industri P2P lending.
Baca Juga
"Kami memperkuat edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya tanggung jawab dalam melunasi pinjaman. Hal ini diharapkan dapat mencegah ajakan-ajakan gagal bayar yang kerap muncul di media sosial dan memperbaiki kualitas kredit secara menyeluruh," pungkas Angel.