Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PHK Massal Tembus 54.400 per September, BPJS Ketenagakerjaan Jabarkan Realitas Tunjangan Pengangguran

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sepanjang Januari-September 2024 terdapat 54.400 pekerja terkena PHK.
Pegawai melayani nasabah di kantor BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Senin (4/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai melayani nasabah di kantor BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Senin (4/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sepanjang Januari-September 2024 terdapat 54.400 pekerja terkena PHK. Dalam periode tersebut, klaim program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) alias tunjangan pengangguran yang sudah dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp289,96 miliar yang diberikan untuk 40.000 lebih pekerja.

Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan sebagian besar dari pekerja terdampak PHK sebagaimana tercatat di data Kemenaker memang telah mendapatkan manfaat program JKP. Namun, dia mengakui masih terdapat kesenjangan. 

"Namun masih ada kesenjangan antara jumlah pekerja yang ter-PHK dengan penerima manfaat JKP. Hal ini disebabkan karena tidak seluruhnya pekerja yang mengalami PHK eligible sebagai peserta JKP maupun eligible sebagai penerima manfaat JKP," kata Oni kepada Bisnis, Rabu (13/11/2024).

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Oni mengatakan BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya untuk mendorong kepada pemberi kerja yang belum patuh untuk segera mendaftarkan seluruh pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Dengan begitu pekerja dapat terlindungi dari berbagai risiko sosial ekonomi yang salah satunya diakibatkan oleh PHK," kata Oni.

Adapun secara keseluruhan peserta program BPJS Ketenagakerjaan, dalam periode Januari-September 2024 tercatat peserta aktif sebesar 40,15 juta. Angka itu turun sebesar 93.000 peserta atau 0,23% dibanding jumlah peserta aktif pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Oni menjelaskan, penurunan kepesertaan ini terjadi akibat adanya kondisi ekonomi global yang belum terlalu kondusif.

"Hal ini secara tidak langsung menciptakan ketidakstabilan perekonomian Indonesia dan dapat berdampak negatif termasuk pertumbuhan tenaga kerja," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper