Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Rate Tetap 6%, Begini Tanggapan Seabank

Bank digital Seabank menanggapi keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) pada level 6%.
Kantor Pusat SeaBank di Jakarta/Bisnis-Annisa S. Rini
Kantor Pusat SeaBank di Jakarta/Bisnis-Annisa S. Rini

Bisnis.com, JAKARTA – Bank digital PT Bank Seabank Indonesia (Seabank) menanggapi keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) pada level 6%.

Direktur Utama Seabank Indonesia Sasmaya Tuhuleley meyakini bahwa bank sentral telah memiliki pertimbangan matang dalam memutuskan hal tersebut.

“Menurut saya bagi perbankan dengan tidak turunnya BI Rate, mungkin saja bank akan tetap menahan suku bunga yang berlaku saat ini, baik untuk lending maupun funding,” katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (21/11/2024).

Terkait transmisi kebijakan suku bunga acuan terhadap suku bunga di Seabank, Sasmaya menyatakan bahwa pihaknya akan terus melihat perkembangan ke depan.

Apabila kelak Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan, dia membuka peluang bahwa bank akan mengeluarkan kebijakan serupa.

“Jika ke depan BI menurunkan suku bunga, maka kemungkinan bank juga mengikuti hal yang sama, menurunkan suku bunga ke nasabah,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan alias BI Rate pada level 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 19—20 November 2024.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 19 dan 20 November 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6%," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (20/11/2024).

Dalam pengumuman suku bunga BI kemarin, bank sentral juga menetapkan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,25% dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,75%.

Perry mengatakan keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di Amerika Serikat," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper