Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi di Indonesia menghadapi berbagai dinamika sepanjang 2024, mulai dari pertumbuhan aset, pembubaran perusahaan bermasalah, hingga proses pemulihan polis nasabah.
Guna memastikan stabilitas industri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) antara lain mencabut izin usaha sejumlah perusahaan yang gagal memenuhi ketentuan permodalan dan solvabilitas.
Berikut rangkuman peristiwa penting yang mewarnai industri asuransi sepanjang 2024 tersebut:
1. Jiwasraya Menuju Pembubaran, OJK Jatuhkan Sanksi PKU
Sepanjang 2024, langkah tegas OJK dalam menangani perusahaan asuransi bermasalah menjadi sorotan. Dua perusahaan, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) (PT AJS) dan PT Berdikari Insurance (PT BIC), dikenakan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) pada September 2024 karena dinilai melanggar ketentuan di sektor perasuransian.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menyatakan bahwa sanksi ini merupakan bagian dari pengawasan yang bertujuan melindungi pemegang polis dan masyarakat. Meski kegiatan baru dihentikan, kedua perusahaan tetap diwajibkan memenuhi seluruh kewajiban yang jatuh tempo sesuai aturan yang berlaku.
Baca Juga
Sanksi PKU ini melarang Jiwasraya dan Berdikari Insurance melakukan penutupan pertanggungan baru sejak 11 September 2024, hingga perusahaan mampu menyelesaikan permasalahan yang mendasari sanksi tersebut. OJK juga menekankan pentingnya menjaga komunikasi dengan nasabah untuk memastikan pelayanan tetap berjalan selama masa pembatasan.
Langkah ini diambil untuk mencegah kerugian lebih lanjut bagi pemegang polis dan memastikan perusahaan bertanggung jawab atas kewajibannya.
Di sisi lain, Jiwasraya menghadapi babak akhir dari perjalanan panjangnya. Setelah bertahun-tahun mengalami kesulitan keuangan, perusahaan asuransi milik negara ini resmi masuk proses pembubaran pada akhir 2024. Meskipun restrukturisasi melalui Indonesia Financial Group (IFG) telah berlangsung, upaya tersebut belum sepenuhnya mampu menutupi kerugian besar yang dialami Jiwasraya.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, menyebutkan bahwa pembubaran ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menyelamatkan sektor asuransi nasional dan memulihkan kepercayaan masyarakat. Seluruh kewajiban Jiwasraya nantinya akan dialihkan ke IFG Life, menandai berakhirnya era Jiwasraya sebagai salah satu asuransi tertua di Indonesia.
2. Proses Likuidasi Wanaartha Life Berlanjut
Proses penyelesaian kasus PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life (dalam likuidasi) terus berjalan pasca pencabutan izin usaha oleh OJK pada Desember 2022. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa likuidasi perusahaan masih berlangsung.
Hingga November 2024, tim likuidasi telah menyelesaikan pembayaran tahap pertama dan kedua kepada pemegang polis. Ogi menjelaskan bahwa saat ini tim tengah mempersiapkan pembayaran tahap ketiga. Pembayaran tersebut dilakukan secara proporsional, menyesuaikan ketentuan yang berlaku.
Proses ini merupakan bagian dari komitmen tim likuidasi untuk memastikan hak pemegang polis dapat terpenuhi seiring berjalannya proses likuidasi.
OJK menyatakan akan terus memantau perkembangan proses ini secara berkala untuk memastikan kelancaran penyelesaian. Likuidasi Wanaartha Life menjadi salah satu sorotan besar dalam industri asuransi jiwa tahun ini, mencerminkan upaya regulator dalam menertibkan perusahaan asuransi yang mengalami masalah likuiditas dan manajemen risiko.
3. Pencabutan Izin Kresna Life dan Prolife Indonesia
OJK mencabut izin usaha dua perusahaan asuransi jiwa, yaitu PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) dan PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (sebelumnya PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses). Kedua perusahaan ini dinilai tidak mampu memenuhi persyaratan permodalan dan mengalami tekanan likuiditas yang signifikan, sehingga berpotensi merugikan nasabah.
Izin usaha Kresna Life resmi dicabut pada Mei 2024 setelah perusahaan gagal menyelesaikan restrukturisasi polis yang telah berlangsung selama dua tahun. Sebagai tindak lanjut, OJK meminta Kresna Life untuk mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna membahas likuidasi dan memastikan hak-hak nasabah tetap diutamakan.
Deputi Komisioner Pengawasan IKNB II OJK, Mochamad Mukhlis, menegaskan bahwa langkah tersebut diambil demi melindungi nasabah dan memitigasi risiko yang lebih besar terhadap stabilitas industri asuransi.
Di sisi lain, Prolife Indonesia menghadapi nasib serupa pada Juli 2024. OJK mencabut izin perusahaan karena ketidakmampuan memenuhi standar solvabilitas dan kegagalan menyusun rencana penyehatan yang memadai. Keputusan ini menjadi sinyal kuat bahwa OJK tidak akan berkompromi terhadap perusahaan yang tidak mampu menjaga kesehatan finansialnya.
Terkait Kresna Life, OJK juga tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) setelah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan keputusan pencabutan izin usaha. Ogi memastikan bahwa proses hukum tersebut terus dipantau secara ketat oleh regulator.
OJK menegaskan pencabutan izin Kresna Life adalah bagian dari upaya melindungi konsumen dan mencegah potensi kerugian lebih besar, mengingat adanya temuan terkait konsentrasi dana investasi Kresna Life di saham-saham terafiliasi grup Kresna, yang turut berdampak pada rendahnya rasio solvabilitas (RBC) perusahaan.
4. AJB Bumiputera 1912 Lanjutkan Pembayaran Klaim
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 melanjutkan pembayaran klaim tertunda sepanjang 2024. Hingga akhir November 2024, AJB Bumiputera dilaporkan telah membayar klaim sebesar Rp360,12 miliar untuk 79.743 polis.
Meski demikian, jumlah tersebut masih jauh dari total klaim yang diajukan nasabah. OJK menegaskan bahwa pihaknya terus mengawasi proses pembayaran klaim dan memastikan AJB Bumiputera memprioritaskan pemegang polis.
AJB Bumiputera menargetkan penyelesaian klaim tertunggak dapat selesai sebelum 2025. Selain itu, perusahaan terus berupaya meningkatkan efisiensi operasional dan melepas aset yang tidak produktif guna mempercepat pembayaran klaim kepada pemegang polis
5. Lonjakan Klaim dan Terobosan Regulasi Asuransi Kredit
Sepanjang 2024, industri asuransi kredit di Indonesia mengalami dinamika signifikan, baik dari sisi regulasi maupun kinerja klaim. OJK menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 20/2023 yang mulai berlaku efektif pada 13 Desember 2024. Salah satu poin penting dalam aturan ini adalah diperbolehkannya pemasaran produk asuransi kredit melalui platform peer-to-peer (P2P) lending.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Djonieri, menilai langkah ini akan memperluas jangkauan asuransi kredit di masyarakat yang mengakses pembiayaan daring, sekaligus mendorong pertumbuhan premi asuransi.
Selain itu, OJK juga memberikan akses kepada perusahaan asuransi kredit untuk terhubung dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Ogi menyebut kebijakan ini sebagai upaya meningkatkan transparansi dan pengelolaan risiko di industri.
Dengan akses SLIK, perusahaan asuransi dapat melakukan penjaminan secara lebih tepat sasaran, sehingga risiko klaim dapat ditekan. Deputi Komisioner OJK, Iwan Pasila, menambahkan bahwa akses ini memungkinkan perusahaan asuransi memastikan calon debitur benar-benar layak mendapatkan jaminan, mengurangi potensi “membeli kucing dalam karung.”
Namun, di tengah berbagai terobosan regulasi tersebut, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat lonjakan rasio klaim asuransi kredit.
Hingga September 2024, rasio klaim meningkat menjadi 85,5%, naik signifikan dari 71,8% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Premi yang dikumpulkan dari lini asuransi kredit mencapai Rp12,26 triliun, sedangkan klaim yang dibayarkan mencapai Rp10,48 triliun.
Wakil Ketua AAUI, Trinita Situmeang, menegaskan bahwa lonjakan klaim ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi industri, meskipun sebagian klaim merupakan akumulasi dari periode sebelumnya. Lonjakan klaim ini juga menunjukkan pentingnya pengelolaan risiko yang lebih ketat di tengah peningkatan kebutuhan perlindungan kredit di Indonesia.
6. Klaim Asuransi Kesehatan Melonjak 37,2%
Industri asuransi jiwa di Indonesia mengalami lonjakan tajam dalam klaim asuransi kesehatan. Berdasarkan laporan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), total klaim kesehatan mencapai Rp20,91 triliun hingga kuartal III 2024. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 37,2% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023 yang mencatatkan klaim sebesar Rp15,24 triliun.
Lonjakan tersebut berdampak langsung pada rasio klaim terhadap premi yang diterima industri. Pada paruh pertama 2024, rasio klaim asuransi kesehatan menembus angka 105,7%, mencerminkan tingginya klaim yang melebihi penerimaan premi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan asuransi jiwa harus mengeluarkan pembayaran klaim dalam jumlah lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh dari premi.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri asuransi. AAJI mencatat bahwa beberapa faktor utama yang memicu kenaikan klaim antara lain meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berobat setelah pandemi serta inflasi biaya layanan kesehatan.
Sebagai langkah antisipasi, perusahaan asuransi didorong untuk memperkuat edukasi kepada nasabah dan menerapkan strategi manajemen risiko yang lebih baik guna menjaga stabilitas keuangan dan keberlanjutan bisnis.
7. Unit Linked Masih Tertekan, Produk Tradisional Terus Tumbuh
Pada 2024, industri asuransi jiwa di Indonesia mencatat tren kontras antara produk unit linked dan asuransi tradisional. Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan bahwa pendapatan premi dari produk unit linked mengalami kontraksi sepanjang tahun ini. Hingga kuartal III 2024, premi unit linked tercatat menurun 12,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebaliknya, produk asuransi jiwa tradisional terus menunjukkan pertumbuhan positif. Premi dari lini tradisional mengalami kenaikan sebesar 18,3% hingga akhir September 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap proteksi murni di tengah ketidakpastian ekonomi dan volatilitas pasar investasi.
AAJI mengungkapkan bahwa penurunan unit linked dipengaruhi oleh regulasi ketat yang diterapkan OJK melalui aturan terbaru terkait transparansi dan tata kelola pemasaran. Sementara itu, asuransi tradisional dianggap lebih stabil dan mudah dipahami oleh nasabah, sehingga tetap menjadi pilihan utama. Ke depan, pelaku industri diharapkan dapat terus berinovasi dan memperkuat edukasi kepada nasabah terkait manfaat serta risiko produk unit linked untuk memulihkan kepercayaan pasar.
8. OJK Pantau Ketat 8 Perusahaan Asuransi dan 14 Dana Pensiun
OJK mencatat masih ada delapan perusahaan asuransi dan reasuransi serta 14 dana pensiun yang berada dalam status pengawasan khusus. Ogi menyatakan pengawasan ini bertujuan mendorong perusahaan-perusahaan tersebut memperbaiki kondisi keuangan mereka guna melindungi hak pemegang polis.
Ogi tidak merinci nama-nama perusahaan yang masuk dalam daftar pengawasan, namun ia menegaskan bahwa pengurangan jumlah dana pensiun dalam pengawasan merupakan sinyal positif. Dibandingkan September 2024, jumlah dana pensiun yang diawasi telah berkurang dari 15 menjadi 14, menyusul persetujuan pembubaran salah satu perusahaan.
“Ada satu perusahaan yang disetujui untuk membubarkan diri,” kata Ogi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat (13/12/2024).
Di sisi lain, Ogi juga menyoroti isu krusial terkait ketersediaan aktuaris di perusahaan asuransi. Ia mengungkapkan bahwa 10 perusahaan, yang sebagian besar berada dalam pengawasan khusus, belum memenuhi ketentuan terkait aktuaris.
Namun, dari 146 perusahaan asuransi dan reasuransi yang terdaftar, sebanyak 101 perusahaan telah memenuhi persyaratan ekuitas minimum yang diwajibkan per 2026. Langkah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sektor asuransi dalam jangka panjang.
9. Manulife Berhasil Spin Off UUS
Pada tahun ini, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia berhasil melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) dan memperoleh izin usaha untuk beroperasi sebagai perusahaan asuransi jiwa dengan prinsip syariah.
Keputusan ini tercatat dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK nomor KEP-76/D.05/2024 pada 4 Oktober 2024. Sebelumnya, pada bulan April 2024, Manulife Indonesia telah mendapat persetujuan OJK untuk melakukan spin-off UUS-nya.
OJK juga mencatat bahwa dari 41 perusahaan yang mengajukan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS), dua perusahaan telah berhasil melakukan spin-off pada 31 Oktober 2024. Salah satunya adalah Manulife Syariah, yang kini menjalankan bisnis asuransi jiwa dengan prinsip syariah.
Selain itu, 29 perusahaan lainnya memilih untuk mendirikan perusahaan asuransi dan reasuransi syariah baru sebagai bagian dari pemisahan UUS mereka. Sementara itu, 12 perusahaan lainnya memilih untuk mengalihkan portofolio UUS mereka ke perusahaan lain yang sudah memiliki izin usaha syariah.
OJK menargetkan seluruh perusahaan asuransi untuk menyelesaikan proses pemisahan UUS dengan tenggat waktu pada Desember 2026. Proses spin-off ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor asuransi syariah di Indonesia, yang memiliki potensi pasar sangat besar, serta untuk memperkuat peran asuransi syariah dalam industri keuangan nasional.
10. Asuransi Wajib TPL
Pada 2024, wacana mengenai implementasi asuransi wajib kendaraan bermotor atau third party liability (TPL) mulai digulirkan, meskipun implementasinya diperkirakan baru akan terjadi pada semester II 2025. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menjelaskan bahwa meskipun draf peraturan pelaksanaannya sudah ada di Kementerian Keuangan dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), hingga saat ini belum ada keputusan pasti mengenai kapan peraturan tersebut akan diberlakukan.
Budi menyatakan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait implementasi asuransi wajib TPL, dengan tujuan agar kebijakan tersebut tidak membebani masyarakat, mengingat kondisi inflasi yang masih belum terkendali. Meskipun demikian, AAUI telah menyiapkan mekanisme yang sesuai harapan agar program ini dapat diterapkan dengan baik.
Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang belum menerapkan asuransi wajib TPL, dan AAUI berharap program ini dapat terwujud pada 2025. Budi menambahkan bahwa meskipun ada kekhawatiran terkait dampaknya terhadap masyarakat, pihaknya tetap optimis asuransi wajib TPL dapat berjalan sesuai rencana pada semester II 2025.
11. Aset Industri Asuransi Capai Rp1.133,58 Triliun
OJK melaporkan bahwa total aset industri asuransi Indonesia mencapai Rp1.133,58 triliun pada Oktober 2024, mengalami kenaikan 2,98% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa aset ini terdiri dari asuransi komersial yang tercatat sebesar Rp914,03 triliun, naik 4,31% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Sementara itu, aset asuransi non-komersial tercatat Rp219,55 triliun, mengalami penurunan 2,20% yoy.
Dari sisi premi, pendapatan premi asuransi komersial tercatat sebesar Rp271,63 triliun, naik 2,8% yoy. Premi asuransi jiwa mencapai Rp150,53 triliun, tumbuh 2,74% YoY, menunjukkan perbaikan dibandingkan penurunan yang tercatat pada 2023.
Pada saat yang sama, premi industri asuransi umum, yang mencapai Rp121,10 triliun, juga tumbuh 2,87% YoY, meskipun lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang tercatat lebih tinggi.
Ogi juga menyebutkan bahwa pertumbuhan ini didukung oleh permodalan yang kuat, dengan industri asuransi jiwa mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 436,70%, dan asuransi umum serta reasuransi mencapai 316,85%. Kedua angka ini masih jauh di atas batas minimum RBC yang ditetapkan OJK sebesar 120%.