Bisnis.com, JAKARTA—Perusahaan teknologi finansial atau fintech, PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran) dan PT Amartha Mikro Fintek atau Amartha merancang strategi untuk menekan kredit macet di tengah maraknya jumlah pelaku industri dengan Tingkat Wan Prestasi 90 Hari (TWP90) di atas 5%.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada 21 penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending dengan kredit macet atau TWP90 di atas 5% per November 2024. Adapun jumlah pemain tersebut didominasi oleh sektor produktif. Kredit macet atau pembiayaan bermasalah juga didominasi oleh usia 19-34 tahun, mencapai porsi 53,48%.
Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas mengakui bahwa kredit macet memang menjadi tantangan besar di industri lending. Meski demikian, Akseleran berhasil menjaga tingkat kredit macet mereka tetap rendah.
“TWP90 kami saat ini 0,21%, masih stabil dibanding bulan-bulan lalu. Kalau kami kan 95% pinjaman produktif ya, jadi disumbang terbanyak oleh pelaku usaha,” kata Ivan kepada Bisnis, pada Jumat (10/1/2025).
Untuk memitigasi TWP90 agar tetap stabil rendah, Ivan mengatakan pihaknya melakukan assessment pinjaman secara prudent. Dia menjelaskan bahwa produk yang ditawarkan berupa cashflow-based loan, seperti invoice financing, purchase order (PO) financing, dan inventory financing.
Ivan menjelaskan bahwa analisis cashflow dilakukan untuk memastikan keakuratannya, termasuk kapasitas cashflow yang mampu menopang pinjaman. Selain itu, pihaknya memverifikasi validitas invoice atau PO, menggunakan joint account, dan memeriksa riwayat kredit nasabah.
“Ini membuat kami bisa memitigasi risiko kredit dengan baik secara konsisten, di mana dari 2020 NPL [nonperforming loan] kami stabil di bawah 1%,” kata Ivan.
Sementara itu, Vice President (VP) of Public Relations Amartha Harumi Supit menekankan bahwa usia tidak menjadi faktor besar dalam keberhasilan nasabah mereka.
“Usia nasabah di Amartha cukup beragam, kami tidak melihat usia sebagai faktor besar dalam kemampuan seseorang untuk berkarya,” ungkapnya.
Harumi mengungkapkan bahwa Amartha memanfaatkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk melakukan risk profiling yang disesuaikan dengan segmen akar rumput. Sistem tersebut menilai berbagai faktor yang dirancang khusus sesuai dengan profil dan perilaku nasabah dari segmen tersebut.
Selain teknologi, Amartha juga mengandalkan pendekatan human touch dengan tenaga lapangan terlatih.
“Di luar itu, kami mengerahkan lebih dari 9.000 tenaga lapangan terlatih untuk membimbing nasabah Amartha di pedesaan. Melalui paduan teknologi dan human touch ini, Amartha mampu menjaga kinerja perusahaan,” kata Harumi.
Dikutip dari website resmi Amartha, tingkat keberhasilan kredit (TKB90) perusahaan mencapai 97,29%. Artinya tingkat kredit macet pada platform hanya mencapai 2,74%, yang mana masih berada di bawah ketentuan OJK yakni 5%.