Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mitigasi Risiko Akseleran di Tengah Maraknya Gugatan Lender P2P Lending

Akseleran terus melakukan assessment pinjaman secara prudent agar NPL tetap terjaga rendah.
Co Founder & Chief Executive Officer (CEO) PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia Ivan Nikolas Tambunan. / dok. Akseleran
Co Founder & Chief Executive Officer (CEO) PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia Ivan Nikolas Tambunan. / dok. Akseleran

Bisnis.com, JAKARTA — Maraknya gugatan dari pihak lender terhadap platform fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia menyoroti urgensi pembagian risiko antara lender dan platform. 

Beberapa kasus yang mencuat, seperti gugatan Josua Decardo Siregar terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nomor perkara 18/G/2025/PTUN.JKT, serta gugatan lender Modal Rakyat, Haryani, yang menuntut ganti rugi Rp300 juta, menunjukkan meningkatnya kekhawatiran lender terhadap perlindungan dana mereka.

Menanggapi hal ini, Group CEO & Co-Founder Akseleran, Ivan Nikolas, menegaskan bahwa secara hukum, platform P2P lending di Indonesia berfungsi sebagai perantara yang mempertemukan lender dan borrower tanpa diperbolehkan mengambil risiko langsung.

“Kalau dari Akseleran, strategi kami pertama melakukan assessment pinjaman secara prudent agar NPL [non performing loan] rendah. Ini kunci utamanya,” kata Ivan kepada Bisnis, pada Rabu (29/1/2025). 

Kemudian, lanjut Ivan mitigasi risiko lebih lanjut melalui penyediaan credit insurance, sehingga lenders bisa terbagi risikonya.  Dia juga memastikan bahwa Akseleran akan terus mengikuti perkembangan regulasi yang ada. 

Di sisi lain, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa risiko dalam pendanaan P2P lending harus dilihat sebagai bagian dari investasi. Oleh karena itu, lender juga harus memahami bahwa ada risiko yang melekat dalam aktivitas ini.

“Salah satu paradigma yang harus ditanamkan adalah pendanaan di pinjaman daring adalah investasi yang mana pasti ada risikonya. Manfaat investasi juga pasti lebih besar dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya. Maka dari itu, harus ada pembagian risiko bagi lender juga karena memang sifatnya yang investasi,” papar Huda.

Dia menekankan bahwa tugas platform adalah menganalisis kemampuan bayar borrower secara cermat agar tingkat gagal bayar bisa ditekan. “Pihak platform wajib menunjukkan kemampuan bayar borrower secara sempurna kepada lender sehingga lender mempunyai informasi yang jelas mengenai borrower sebelum meminjamkan dananya,” tambahnya.

Namun, Huda juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi lender dalam regulasi yang dibuat oleh OJK. Menurutnya, selama ini perhatian lebih banyak diberikan kepada borrower, sementara lender masih memiliki perlindungan yang relatif rendah.

“Bagi OJK, sudah selayaknya membuat aturan main yang adil bagi semua pihak, mulai dari borrower, lender, hingga platform. Selama ini saya masih melihat borrower yang menjadi fokus dari OJK. Perlindungan bagi lender masih cukup rendah. Maka dari itu, OJK bisa membuat aturan main yang seimbang bagi semua pihak yang terlibat,” tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper