Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan berharap adanya dukungan regulasi yang mewajibkan pengendara ojek online alias ojol diwajibkan untuk menjadi peserta program jaminan sosial.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan hal tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan kepesertaan program BPJS Ketenagakerjaan dari segmentasi peserta Bukan Penerima Upah (PBU).
"Kewajiban kepesertaan kemitraan seperti ojol. Ini perlu diberi regulasi agar para driver ojol terlindungi karena selama ini mereka tidak diwajibkan, kami hanya pendekatan ke komunitas-komunitas agar mereka jadi peserta," kata Anggoro dalam RDP bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (18/2/2025).
Selain pengendara ojol, Anggoro mengatakan pihaknya juga membutuhkan dukungan regulasi berupa kewajiban debitur KUR untuk segmen mikro dan ultra mikro agar menjadi peserta jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. Saat ini, baru debitur KUR segmen usaha kecil yang diwajibkan.
Terakhir, BPJS Ketenagakerjaan juga meminta dukungan regulasi yang mewajibkan pelaku usaha yang menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB) di Online Single Submission (OSS) juga mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan mencatat ada potensi pekerja informal yang memenuhi syarat atau eligible menjadi peserta PBU sebesar 61,08 juta. Dari jumlah itu, baru 16,21% atau 9,9 juta pekerja informal yang sudah menjadi peserta PBU.
Baca Juga
Khusus pengemudi ojol, BPJS Ketenagakerjaan mencatat ada 2 juta pekerja yang eligible untuk menjadi peserta PBU. Namun, dari jumlah itu baru sekitar 676.000 yang sudah terlindungi program jaminan sosial BPJS Ketenegakerjaan.
Sementara itu, Anwar Sanusi, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan memetakan beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah dalam melindungi pekerja informal untuk dapat menjadi peserta PBU BPJS Ketenagakerjaan, termasuk driver ojol.
"Dinamika sosial ekonomi yang sangat cepat memunculkan adanya shifting pekerjaan dari formal ke informal dan munculnya jenis pekerjaan kemitraan atau gig worker. Salah satu jadi isu menarik adalah bagaimana gig worker, pekerja online, menuntut, artinya kita membahas bagaimana mereka juga mendapatkan hak-hak yang sama," kata Anwar.
Tidak sampai situ, tantangan lainnya adalah tren pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat, kesadaran pekerja mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, sampai regulasi yang belum inklusif memberikan akses perlindungan bagi pekerja informal.
"Keterlibatan multisektor dalam penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan memerlukan harmonisasi regulasi dan kooridnasi intensif," ujarnya.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri mengungkap saat ini ada wacana dari kementerian yang akan mengubah status drivel ojol dari kemitraan menjadi pekerja.
Bila driver ojol statusnya menjadi pekerja, hal ini akan memudahkan untuk terdaftar menjadi peserta segmen penerima upah (PU) BPJS Ketenagakerjaan.
"Sudah hampir confirmed, 90% sudah kita anggap mereka pekerja. Ini sudah didukung kajian, sudah ada tim pakar dari beberapa universitas yang kami gunakan untuk membuat kami lebih percaya diri menyebut mereka pekerja. Ada karakteristik pekerjaan, ada atasan bawahan. Bukan mitra karena tidak seimbang," ujar Indah.