Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan bunga pinjaman online (pinjol) dinilai berdampak signifikan terhadap kinerja bisnis perusahaan.
Salah satu penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending, PT Sahabat Mikro Fintek (Samir) menilai dinamika tersebut perlu direspons secara adaptif demi menjaga keberlanjutan usaha sekaligus perlindungan konsumen.
Direktur Operasional Samir, Junjungan Rumapea, menyampaikan bahwa perusahaan terus menyesuaikan strategi agar tetap relevan di tengah perubahan lanskap regulasi. Menurutnya, penyesuaian terhadap regulasi bunga merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh pelaku industri.
“Penyesuaian terhadap regulasi bunga merupakan dinamika yang memang harus direspons secara adaptif oleh seluruh pelaku industri. Sejauh ini, kami melihat adanya pergeseran pola pertumbuhan yang lebih terukur. Meskipun margin operasional mengalami penyesuaian, perusahaan berkomitmen untuk tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan menjaga kesinambungan layanan kepada masyarakat yang membutuhkan akses pendanaan,” kata Rumapea saat dihubungi, Selasa (20/5/2025).
Dia menambahkan bahwa keseimbangan antara inklusi keuangan dan manajemen risiko menjadi sangat penting. Beberapa segmen dengan profil risiko tinggi mungkin akan terdampak, tetapi perusahaan terus mengembangkan pendekatan berbasis data untuk menilai kelayakan peminjam secara lebih komprehensif.
Selain itu, Rumapea mengatakan perusahaan juga melakukan penyesuaian pada skema produk dan memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak untuk menjangkau pasar secara lebih tepat sasaran, tanpa mengorbankan prinsip perlindungan konsumen maupun kesehatan portofolio.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa mitigasi risiko menjadi prioritas utama dalam operasional Samir. Langkah-langkah seperti penguatan sistem credit scoring, monitoring pinjaman berjalan, edukasi peminjam, hingga komunikasi dengan lender menjadi bagian dari strategi besar perusahaan.
“Penguatan internal di sisi collection dan analisis risiko juga menjadi bagian penting dari strategi kami untuk menjaga kualitas aset,” ungkapnya.
Samir juga tengah mengevaluasi peluang ekspansi ke segmen produktif dan menjajaki berbagai bentuk kolaborasi strategis dengan pelaku keuangan lainnya.
“Molaborasi menjadi kunci dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks, dan kami terbuka untuk berbagai inisiatif yang dapat mendukung pertumbuhan berkelanjutan, tetap dalam koridor regulasi dan prinsip tanggung jawab sosial,” tutup Rumapea.
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan bahwa penurunan bunga pinjaman secara bertahap dalam beberapa tahun terakhir berpotensi memengaruhi volume bisnis industri fintech P2P lending. Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Andi Kasim, menyebut bahwa sejumlah calon peminjam dengan risiko tinggi kini tidak lagi dapat dilayani akibat pembatasan bunga.
“Jadi gini, kalau bisnis ini kan satu sisi kita lihat dari volume dulu ya, di atas gitu kan volumenya. Volume pasti turun. Dengan terjadinya pembatasan batas atas tadi, berarti borrower atau calon borrower yang misalnya risikonya bisa 1% per hari itu udah nggak bisa kita layani lagi,” kata Ronald dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Dia menambahkan, meskipun pengguna layanan fintech P2P lending cenderung tidak sensitif terhadap bunga karena kebutuhan yang mendesak, selisih bunga legal dan ilegal tetap terasa signifikan.
“Jadi Anda bayangkan kalau kami itu maksimum 0,3%, terus pinjol ilegal masih 1%, itu kan bedanya jauh banget. Berasa kan kaminya,” ucap Ronald.
Ronald juga membantah dugaan kartel bunga yang dituduhkan kepada 97 penyelenggara pinjol anggota AFPI. Menurutnya, justru regulasi bunga saat ini merugikan pelaku industri.
“Jadi memang argumen bahwa kita itu mengatur itu enggak valid. Karena kalau atur kan makin merugikan kami. Bagi kami sih kalau ditanya mendingan nggak diatur gitu. Iya, bebas aja gitu. Supaya semuanya masyarakat bisa kita layani,” tegasnya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengumumkan rencana sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan terhadap dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang No. 5/1999 oleh 97 penyelenggara pinjol yang tergabung dalam AFPI. Mereka diduga telah menetapkan plafon bunga harian secara bersama-sama, mulai dari 0,8% per hari dan kemudian diturunkan menjadi 0,4% pada 2021.
Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, menyatakan bahwa temuan tersebut menunjukkan adanya pengaturan bersama yang berpotensi membatasi ruang persaingan dan merugikan konsumen.
“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen,” katanya.
Saat ini, untuk pinjaman konsumtif, batas maksimum ditetapkan sebesar 0,3% per hari untuk tenor hingga 6 bulan, dan 0,2% per hari untuk tenor lebih dari 6 bulan. Sementara itu, untuk pinjaman produktif, batas maksimum manfaat ekonomi harian dibagi menjadi dua kategori.
Untuk segmen mikro dan ultra mikro, batasnya adalah 0,275% per hari untuk tenor sampai 6 bulan dan 0,1% untuk tenor lebih dari 6 bulan. Adapun untuk segmen kecil dan menengah, batas maksimum ditetapkan seragam sebesar 0,1% per hari, baik untuk tenor di bawah maupun di atas 6 bulan.